Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia harus tetap waspada meskipun ditetapkan sebagai negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income) oleh Bank Dunia. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melihat tantangan ke depan datang dari global.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia berhasil menyentuh level US$4.783,9. Negara dengan kategori upper middle income memiliki rentang pendapatan antara US$4.466—US$13.845 per kapita.
Berdasarkan keterangan Kepala Badan Kebijaka Fiskal (BKF) Kemenkeu Febri Kacaribu, tantangan yang dihadapi cukup kompleks meskipun pertumbuhan ekonomi RI pada 2024 diperkirakan sedikit lebih baik dari proyeksi tahun ini sebesar 2,8 persen.
“Ke depan, tantangan global dirasa masih tidak mudah. Risiko masih tinggi karena fragmentasi geopolitik yang eskalatif, dan suku bunga negara maju yang akan tinggi,” kata Febri kepada Bisnis baru-baru ini.
Dia mengatakan tingginya suku bunga di negara-negara maju diperkirakan terjadi dalam jangka waktu cukup lama akibat tingkat inflasi yang masih masih di atas target jangka menengah.
Selain situasi geopolitik dan suku bunga, sambungnya, perekonomian Indonesia masih pula dihantui oleh tekanan utang di negara berkembang, serta ruang kebijakan yang menyempit.
Baca Juga
Menurutnya, keberhasilan menghadapi tekanan yang mendera sepanjang 2022 menjadi modal awal bagi RI yang perlu dioptimalkan guna menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Pemerintah, kata Febri, menjaga stabilitas ekonomi belanja negara dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang relatif cukup besar sekitar 15 persen PDB atau Rp3.000 triliun dalam setahun.
“Itu akan makin dipertajam supaya multiplier effect-nya makin besar,” ujarnya.
Beberapa efek domino yang diharapkan adalah terciptanya lapangan pekerjaan, penurunan angka kemiskinan, dan peningkatan perlindungan terhadap sebanyak 40 persen terbawah segmen masyarakat miskin dan rentan.
Pada 2024, pemerintah menargetkan angka kemiskinan ekstrem di Tanah Air bisa ditekan hingga 0 persen, dan prevalensi angka stunting di level 14 persen.
“Dengan demikian, diharapkan sektor riil perekonomian kuat, pendapatan meningkat, dan kelompok masyarakat miskin dan rentan tidak hanya terlindungi, bahkan juga diusahakan bisa naik kelas,” tuturnya.