Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sempat Tunda Rilis Data Kemiskinan, BPS Sebut Kini Ikuti Standar Bank Dunia

BPS menunda rilis data kemiskinan untuk mengadopsi metode Bank Dunia, yakni mengukur kemiskinan ekstrem dengan standar baru. Data terbaru menunjukkan penurunan.
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono dalam konferensi pers profil kemiskinan di Indonesia dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia di Kantor Pusat BPS, Jakarta pada Jumat (25/7/2025). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono dalam konferensi pers profil kemiskinan di Indonesia dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia di Kantor Pusat BPS, Jakarta pada Jumat (25/7/2025). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik mengungkapkan pihaknya mengadopsi penghitungan baru tingkat kemiskinan ekstrem dari Bank Dunia. Hal ini pula yang menjadi salah satu alasan penundaan rilis data kemiskinan.

Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono menjelaskan bahwa Bank Dunia atau World Bank mengeluarkan metode baru yang telah dikomunikasikan dengan BPS. Metode tersebut berkaitan dengan penghitungan besaran purchasing power parity (PPP).

“Bank Dunia mengadopsi metode baru untuk penghitungan PPP 2017, dan kami langsung mengkomunikasikan dan mengadopsinya,” jelasnya dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).

Untuk diketahui, BPS mengategorikan penduduk miskin bagi penduduk yang pengeluarannya per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kategori penduduk miskin ekstrem, bagi mereka yang pengeluarannya per kapita di bawah US$2,15 PPP per hari.

Pada Maret 2025, BPS mencatat jumlah penduduk miskin ekstrem sebanyak 2,38 juta orang atau turun sebanyak 0,40 juta orang dibandingkan September 2024. Bila membandingkan dengan Maret 2024, jumlah penduduk yang masuk kategori miskin ekstrem telah turun 1,18 juta orang.

Secara persentase terhadap total populasi, penduduk miskin ekstrem pada Maret 2025 mencapai 0,85% atau turun sekitar 0,14% jika dibandingkan dengan September 2024. Bila membandingkan dengan Maret 2024, telah turun 0,41%.

Lebih lanjut, Ateng menyampaikan bahwa metode sebelumnya BPS hanya menggunakan pertumbuhan Indeks Harga Konsumen (IHK). Sementara pada metode baru, dilakukan dengan mengadopsi komponen deflator.

Direktur Statistik Ketahanan Sosial Nurma Midayanti menambahkan secara singkat bahwa spacial deflator mencerminkan perbedaan harga antarwilayah di Indonesia, bahkan sampai kabupaten dan kota.

“Itu kami mengadopsi untuk kemiskinan ekstrem, karena di sini BPS merilis pertama kalinya,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan bahwa pihaknya sudah berkonsultasi dengan Bank Dunia. Ada beberapa komponen dan perlu hati-hati, karena tidak dapat membandingkan langsung dengan pengeluaran dari Survei Ekonomi Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas).

Untuk itu, Nurma menyampaikan angka yang ada harus di-deflate terlebih dahulu dengan Kondisi 2017.

Dirinya juga membenarkan bahwa sempat tertundanya penyampaian rilis BPS soal angka kemiskinan ini yang sebelumnya dijadwalkan pada 15 Juli 2025, akibat konsultasi dengan Bank Dunia.

“Salah satunya iya, karena kan kami tadinya berusaha untuk mengeluarkan, karena masih butuh waktu kajian, jadi ditunda,” jelasnya.

Kronologi BPS Tunda Pengumuman Data Kemiskinan RI

Awalnya BPS akan merilis data kemiskinan dan tingkat pengangguran pada Selasa (15/7/2025) pukul 11.00 WIB. Namun, satu jam sebelum jadwal rilis itu tiba-tiba BPS membatalkan pengumuman dan menundanya sampai waktu yang belum ditentukan.

Dalam pernyataannya, BPS mengaku penundaan tersebut dilakukan untuk menghadirkan data dan informasi statistik yang akurat dan terpercaya bagi seluruh pengguna data. Dengan demikian, klaim BPS, data dan informasi statistik bisa lebih akurat dan terpercaya.

"Waktu rilis angka kemiskinan [terbaru] akan kami umumkan segera," tulis BPS dalam pernyataannya.

Penundaan rilis itu sontak menuai kritik, baik dari masyarakat, akademisi, hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua Komisi X DPR Maria Yohana Esti Wijayati misalnya, menuntut BPS untuk menyampaikan data secara terbuka pada jadwal yang semestinya, jangan sampai terjadi keterlambatan karena data BPS menjadi acuan banyak pihak.

Setelah itu, Presiden Prabowo Subianto tiba-tiba mengungkap bahwa data kemiskinan dan pengangguran di Indonesia turun. Hal itu disampaikannya bukan dalam forum khusus atau pengumuman resmi dari Istana, melainkan muncul dalam pidatonya saat Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo, Jawa Tengah pada Minggu (20/7/2025).

"Kepala BPS lapor ke saya angka pengangguran menurun angka kemiskinan absolut menurun, ini BPS yang bicara," ungkap Prabowo.

Beberapa hari setelah itu, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dipanggil ke Istana bersama sejumlah pejabat dan menemui Prabowo. Usai pertemuan itu, Amalia mengumumkan bahwa BPS akan segera merilis data kemiskinan yang tertunda.

"Kami akan rilis Jumat, setelah kami pastikan data yang kami hitung akurat," ujar Amalia kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/7/2025).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro