Bisnis.com, JAKARTA - Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif sepanjang 2021, Indonesia resmi kembali ke jajaran negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country).
Seperti diketahui, akibat pandemi Covid-19, Indonesia masuk ke dalam lower middle income country.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (15/2/2022) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi 2021 secara year-on-year, yaitu 3,7 persen. PDB per kapita Indonesia naik dari Rp57,3 juta pada 2020 menjadi Rp62,2 juta pada tahun ini atau setara dengan US$4.349 per tahun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan realisasi pertumbuhan ekonomi 2021 tersebut lebih tinggi daripada PDB sebelum pandemi, yaitu sebesar 59,3 juta pada 2019. "Artinya kita sudah kembali kepada upper middle income country [negara berpenghasilan menengah atas].
Pencapaian tersebut tentu merupakan pondasi yang penting untuk pemulihan ekonomi, dan kita perlu terus melakukan reformasi struktural agar kita bisa keluar dari jebakan middle income trap di tahun 2035," kata Airlangga dalam Law & Regulation Outlook 2022 yang digelar secara virtual, Rabu (16/2/2022).
Oleh karena itu, dia menegaskan pemerintah bertekad terus mendorong pemulihan ekonomi nasional dan penanganan Covid-19 dengan dana PEN sebesar Rp455,62 triliun dengan tiga klaster, yaitu klaster kesehatan sebesar Rp122,5 triliun, perlindungan masyarakat sebesar Rp154,8 triliun dan klaster penguatan pemulihan ekonomi sebesar Rp178,3 triliun.
Baca Juga
Pemerintah juga optimis bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat dicapai di 5,2 persen pada 2022.
Sementara itu, Airlangga mengungkapkan pemerintah telah menyepakati proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3 hingga 5,9 persen di tahun 2023. Adapun, sumber pertumbuhan berasal dari konsumsi sebesar 50 persen, investasi 6 persen, ekspor 6-7 persen.
Menurut Airlangga, pemerintah akan memperhatikan faktor hilirisasi dan permintaan global yang akan mendorong pencapaian tersebut.
Kendati demikian, dia mengingatkan ancaman tahun depan masih seputar ketidakpastian Covid-19, inflasi global, normalisasi suku bunga dan prediksi pertumbuhan ekonomi 2023 lebih rendah dari tahun 2022.
Oleh karena itu, dia mengungkapkan Indonesia butuh sumber pembiayaan baru untuk menopang pertumbuhan.