Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Jam Kerja Dilonggarkan, Pengusaha Sepatu Tetap Sulit Cegah PHK

Para pelaku industri alas kaki mengaku kesulitan mempertahankan bisnis seiring pelemahan pasar yang menyebabkan langkah pemangkasan jumlah buruh.
Seorang pekerja menunjukkan sepatu Aerostreet. /Bisnis-Nicholas Sampurna
Seorang pekerja menunjukkan sepatu Aerostreet. /Bisnis-Nicholas Sampurna

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha industri alas kaki mengakui badai pemutusan hubungan kerja (PHK) masih berlanjut meskipun pemerintah telah mengeluarkan Permenaker No 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. 

Dalam beleid tersebut pengusaha dapat menyesuaikan waktu kerja untuk buruh, sehingga dapat pula menyesuaikan nominal upah yang dibayarkan. Namun pemerintah tetap mengatur pengurangan upah yang dibayarkan agar tidak melebihi 25 persen dari total upah yang biasa diterima buruh, setiap bulannya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Budiarto Tjandra menuturkan aturan tersebut baru digulirkan setelah banyak perusahaan di industri padat karya memangkas jumlah karyawannya.

Pemangkasan jumlah karyawan, menurutnya, dilakukan untuk menyesuaikan permintaan ataupun pendapatan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja yang harus diberi upah.

“Kebetulan keluarnya Permenaker ini kan akhir maret, pas waktu itu kita sudah mengurangi jumlah karyawan, sudah terlanjur dikurangi karyawannya. Jadi kan disesuaikan dengan order, kita kan pas mengurangi itu gak tahu akan Permenaker ini akan bisa keluar atau enggak,” tutur Budiarto saat dihubungi Bisnis baru-baru ini.

Direktur Utama PT Panarub Industry tersebut juga menyayangkan beleid ini tidak diketok saat sebelum pelemahan permintaan ekspor semakin dalam pada tahun 2022 lalu.

Meskipun demikian Budiarto menuturkan tidak semua perusahaan padat karya yang terdampak penurunan ekspor dapat memanfaatkan beleid ini.

"Pada saat kondisinya ordernya tidak ada, untuk mengurangi dampak PHK, ada yang masih bisa memanfaatkan Permenaker itu, tapi ada yang juga tidak bisa manfaatkan ini, karena kondisi tiap perusahaan berbeda-beda," tambah Budiarto.

Namun di sisi lain Budiarto juga menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali tenggat waktu berlakunya beleid baru tersebut yang hanya enam bulan sejak disahkan.

Hal ini dikarenakan Budiarto menyebut pihaknya belum melihat tanda-tanda pasar ekspor akan membaik dalam waktu dekat.

“Itu harusnya nanti ditinjau lagi, situasi global itu sudah membaik apa belum, kalau belum membaik, kan berarti Permenaker ini masih dibutuhkan, bisa diperpanjang kan,” terang Budiarto.

Menurut Budiarto, pemerintah melalui Permenaker tersebut mencoba mencarikan jalan tengah antara pengusaha dan pekerja/buruh di tengah situasi yang tidak baik.

Dengan demikian, selama belum ada perbaikan kondisi perekonomian yang akan berimbas pada permintaan ekspor, Permenaker ini menurut Budiarto layak untuk diperpanjang masa berlakunya.

"Kenapa gak diperpanjang kalau situasi global masih belum membaik, karena itu kan win win solution ya dan semangatnya itu semangat supaya mengurangi resiko PHK sehingga buruh masih ada pekerjaan," tutur Budiarto.

Diberitakan Bisnis sebelumnya pada Jumat (17/5/2023), pemerintah melalui Kemnaker telah menerbitkan aturan baru yang mengatur penyesuaian waktu kerja dan penyesuaian upah untuk industri padat karya tertentu berorientasi ekspor melalui Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. 

Kebijakan ini lahir dipicu krisis permintaan global yang menghantam industri padat karya yang berakibat pada tingginya pemutusan hak kerja (PHK) di sektor tersebut. Dengan demikian, Kemnaker menyebutkan, kebijakan ini digulirkan guna menekan angka PHK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Widya Islamiati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper