Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana menyempurnakan regulasi yang melemahkan sektor koperasi dengan memasukkan tiga unsur baru dalam revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menuturkan, koperasi simpan pinjam (KSP) memerlukan pengawasan yang ketat dan memadai. Belajar dari pengalaman Amerika Serikat dan Jepang dalam mengawasi KSP, Teten menilai diperlukannya otoritas pengawas yang bersertifikat.
"Misalnya sekarang kan yang mengawasi itu dibagi ya Kemenkop, daerah, dan kabupaten kota. Aparatur Sipil Negara tidak punya kompetensi untuk mengawasi keuangan. Itu tadi landasan hukumnya yang tadi cuma Permenkop jadi tidak kuat. Jadi, kami ingin nanti ada otoritas pengawas," terangnya dalam wawancara kepada Bisnis, dikutip, Jumat (3/3/2023).
Kemudian, hal kedua yang diinginkan Teten dalam revisi UU Koperasi adalah agar adanya lembaga serupa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di perbankan. Dengan adanya LPS, masyarakat yang menyimpan uangnya di koperasi bisa mendapatkan jaminan.
Ketiga, sambung Teten, apabila nantinya KSP mengalami kesulitan likuiditas, bisa mendapatkan dana talangan atau bailout untuk dipinjam untuk sementara waktu.
"Tiga hal itu yang akan kita tawarkan dalam revisi supaya ke depan tidak ada lagi koperasi-koperasi yang bermasalah," tegasnya.
Baca Juga
Teten memaparkan, pihaknya sebetulnya juga sudah melakukan antisipasi terhadap koperasi yang berisiko tinggi dalam pembahasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) sebelumnya. Salah satunya dengan mengelompokkan jenis koperasi ke dalam kategori seperti halnya tingkatan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) dalam perbankan.
Koperasi dibagi menjadi 4 kategori, dengan kategori 3 dan 4 yang paling berisiko tinggi. Terhadap koperasi dengan kategori 3 dan 4.
Teten juga sempat mengusulkan dalam UU PPSK agar pengawasan terhadap koperasi dengan kategori 3 dan 4 berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan. Namun, terdapat gerakan koperasi yang menolak hal tersebut karena mereka enggan diawasi oleh OJK.
"Padahal kami sudah usulkan agar diawasi oleh OJK. Ada dengan kamar khusus karena berbeda dengan bank tapi mereka yang menolak. Jadi kembali lagi ke status quo," terangnya.
Dia menghendaki agar pengawasan koperasi yang melakukan kegiatan sektor jasa keuangan (open loop), izin dan pengawasannya berada di tangan OJK, sementara bagi koperasi yang menjalankan kegiatan close loop kewenangan perizinan dan pengawasan berada di tangan Kementerian Koperasi dan UKM.
"Kalau sekarang Kemenkop pun tidak punya kewenangan karena koperasi mengawasi dirinya sendiri. Diawasi oleh anggota lewat badan pengawas," jelasnya