Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antisipasi Kasus Gagal Bayar, Koperasi Perlu Dukungan Penjaminan hingga Dana Talangan

Koperasi yang bergerak di sektor keuangan dinilai tidak diberikan daya dukung kelembagaan yang memadai seperti di perbankan dan asuransi komersial.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Koperasi yang bergerak di sektor keuangan memerlukan dukungan regulasi, fasilitasi penjaminan, hingga dana talangan agar bisa berkembang dengan baik.

Ketua Asosiasi Kader Sosio - Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menyayangkan bahwa Undang-Undang No 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU PPSK yang salah satunya bertujuan untuk memperkuat koperasi sektor keuangan justru lebih banyak menggunakan pendekatan pengawasan semata.

Menurutnya, koperasi yang bergerak di sektor keuangan tidak diberikan daya dukung kelembagaan yang memadai seperti yang sudah diberikan terhadap bank dan asuransi komersial. 

Dalam UU PPSK, sebutnya, koperasi simpan pinjam tidak dinilai sebagai lembaga yang diberikan fasilitasi penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Padahal bank komersial diberikan fasilitas ini. 

Bahkan sebagai lembaga keuangan, koperasi sektor keuangan tidak dijadikan bagian penting dari lembaga yang dijamin oleh dana talangan atau bailout sebagai sumber daya terakhir ketika menghadapi krisis keuangan dan krisis ekonomi. 

"Ibaratnya seperti mengejar ngejar maling tapi upaya pencegahannya agar orang itu tidak maling diabaikan," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (1/3/2023).

Dia mencontohkan negara lain seperti di Jerman, koperasi justru diperlakukan secara hukum dan kebijakan sama dengan bank komersial. Pangsa pasar keuangan di Jerman akhirnya didominasi koperasi sektor keuangan hingga 74 persen. Seperti di Kanada dan Prancis juga, di sana koperasi menjadi lembaga keuangan terbaik di negara tersebut. 

Dia menekankan masalah soal koperasi di Indonesia ini sudah ke level paradigma. Banyak masyarakat yang tidak memahami tata kelola koperasi dan juga hukum koperasi. 

Paradigma yang salah tersebut bahkan merasuki pemerintah dan parlemen sehingga produk regulasi dan kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan prinsip dan nilai koperasi dan juga yang memungkinkan koperasi tumbuh dengan baik. 

Dia juga berpendapat banyak regulasi yang mesti dirombak agar koperasi bisa berkembang dengan baik. Sebut saja misalnya UU BUMN yang tidak memberikan opsi badan hukum bagi koperasi, UU Penanaman Modal yang juga tidak berikan opsi untuk koperasi untuk kepentingan investasi asing. 

"Selain masalah dukungan regulasi dan kebijakan bagi penguatan kelembagaan koperasi seperti memberikan fasilitasi LPS, dana talangan ketika krisis dan juga dukungan lain seperti pemberian subsidi bunga dan imbal jasa penjaminan seperti yang diberikan kepada bank selama ini," terangnya

Senada, Pengamat Koperasi Slamet menegaskan jenis koperasi yang selalu membuat masalah adalah koperasi yang bergerak dalam bidang keuangan. 

Dia menjelaskan koperasi tersebut memang bisa dikatakan yang tidak menjalankan kaidah koperasi dan prinsip prinsip koperasi. Menurutnya, prinsip utama koperasi adalah kebersamaan sehingga segala sesuatu harus diputuskan bersama dengan anggota. Berbeda dengan perusahaan modal yang menjadi penentu adalah pengelola.

Menurutnya, jenis koperasi di luar simpan pinjam tidak pernah terjadi gejolak karena setiap tahun dikontrol oleh anggota. Sementara itu, terkait dengan koperasi di sektor keuangan, cenderung tidak terbuka.

"Itu kebanyakan dikelola oleh orang yang paham jenis keuangan dengan memanfaatkan kelemahan regulasi tentang koperasi. Mereka tidak terbuka dalam pengelolaan itu salah satunya," jelasnya, Jumat (24/2/2023).

Apalagi pengawasan dilakukan secara internal. Dia menuturkan, dalam praktiknya mereka mengklaim para deposan (penyerta modal) sebagai anggota tetap dan pengguna modal (peminjam) sebagai calon anggota. Posisi keduanya sangat menguntungkan bagi pengelola koperasi 'jadi - jadian' itu. 

Para deposan sudah diberikan keuntungan yang sesuai kesepakatan. Demikian peminjam juga tidak perlu diberikan keuntungan (SHU). Semua hasil keuntungan operasional koperasi ini dinikmati oleh mereka yang dari awal sepakat mendirikan koperasi itu. 

Menurutnya, praktik semacam ini sudah puluhan tahun terjadi, tetapi setelah reformasi justru makin berani dilakukan.

Dari sisi pemerintah pun tidak bisa berbuat jauh sebab hanya membuat regulasi terkait dengan koperasi tetapi tidak ada sanksinya

Dengan kondisi yang merusak citra koperasi, maka dia menilai perlu regulasi yang melibatkan eksternal. Misalnya, pengawasan oleh otoritas, khususnya koperasi simpan pinjam yang menghimpun modal dari masyarakat.

"UU koperasi perlu direvisi dan disesuaikan dengan kondisi zaman. Soal PPSK saya setuju, sebab dengan kehadirannya itu akan bisa meredakan kecurangan dan penyelewengan di koperasi," tekannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper