Bisnis.com, JAKARTA - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) bersiap menjual hak penamaan ekslusif (naming rights) pada stasiun - stasiun yang akan dilintasi oleh Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, penjualan hak penamaan stasiun KCJB merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meningkatkan penerimaan. Menurutnya, KCJB merupakan bisnis yang strategis dan memiliki potensi pengembangan yang baik.
"Oleh karena itu, KCIC terbuka pada berbagai pihak untuk membangun kemitraan dari berbagai potensi yang ada," katanya dikutip dari keterangan resmi perusahaan, Rabu (1/2/2023).
Dwiyana melanjutkan, pihaknya berkomitmen untuk selalu memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara. Seiring dengan hal tersebut potensi-potensi pengembangan dari beragam aspek, termasuk bisnis, akan terus digali dan dibangun.
Adapun, pada hari ini KCIC juga telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan 20 perusahaan dari berbagai sektor. Dwiyana mengatakan, kerja sama tersebut dilakukan untuk berbagai aspek layanan KCJB mulai dari penjualan tiket, sistem pembayaran, pengembangan kawasan dan aksesibilitas, integrasi moda transportasi, serta penerapan energi terbarukan.
Dwiyana menjelaskan, kerja sama tersebut dilakukan untuk meningkatkan pelayanan KCJB pada calon penumpang, meningkatkan revenue stream serta memberikan dampak pada masyarakat di sekitar trase KCJB.
Baca Juga
Rencana KCIC untuk menjual hak penamaan stasiunnya sebelumnya telah dilakukan oleh MRT Jakarta. Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta (Perseroda) Farchad Mahfud belum lama ini menjelaskan, hak penamaan stasiun merupakan salah satu segmen penerimaan perusahaan untuk menggenjot pendapatan non tarif (non fare box).
Menurut Farchad, kontribusi penerimaan dari segmen ini terhadap pendapatan MRT Jakarta terbilang cukup besar, yakni sekitar 30 persen – 40 persen per tahunnya.
Farchad memaparkan bisnis hak penamaan stasiun memiliki potensi yang besar seiring dengan upaya sebuah merek (brand) atau perusahaan tertentu untuk mempromosikan namanya. Menurutnya, praktik komersialisasi ini juga sudah umum dilakukan oleh operator transportasi di negara lain, contohnya Inggris.
“Di Inggris itu ada yang namanya developer contribution dan penerimaan dari segmen itu bisa membangun stasiun MRT nya. Ini yang coba kita terapkan di Indonesia,” jelasnya.