Bisnis.com, JAKARTA – PT MRT Jakarta (Perseroda) akan terus mengembangkan sektor hak penamaan stasiun (naming rights) guna meningkatkan penerimaan nontarif (non-fare box) perusahaan.
Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta Farchad Mahfud menjelaskan, hak penamaan stasiun merupakan salah satu segmen penerimaan perusahaan untuk menggenjot pendapatan nontarif. Menurutnya, kontribusi penerimaan dari segmen ini terbilang cukup besar, yakni sekitar 30 persen – 40 persen per tahunnya.
Farchad memaparkan bisnis hak penamaan stasiun memiliki potensi yang besar seiring dengan upaya sebuah merek (brand) atau perusahaan tertentu untuk mempromosikan namanya. Menurutnya, praktik komersialisasi ini juga sudah umum dilakukan oleh operator transportasi di negara lain, contohnya Inggris.
“Di Inggris itu ada yang namanya developer contribution dan penerimaan dari segmen itu bisa membangun stasiun MRT-nya. Ini yang coba kita terapkan di Indonesia,” jelas saat ditemui di Head Office MRT Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Dia melanjutkan, perusahaan akan terus mengembangkan sektor bisnis ini sepanjang 2023. Farchad menuturkan, pihaknya akan terus melakukan promosi kepada pemilik merek dan gedung – gedung perkantoran yang ada di sekitar stasiun MRT.
Adapun, Farchad menambahkan harga pembelian naming rights tersebut akan berbeda – beda untuk tiap stasiun pemberhentian. Dia mencontohkan, semakin ramai sebuah stasiun, maka harga hak penamaannya akan semakin tinggi
Baca Juga
Dia melanjutkan, promosi ini tidak hanya dilakukan pada stasiun – stasiun MRT yang sudah ada, tetapi juga pada stasiun MRT pada proyek pengembangan fase 2 ataupun fase 3.
“Selama aset infrastruktur itu sudah dipastikan milik PT MRT Jakarta, maka komersialisasi sudah bisa dimulai. Tidak harus menunggu bangunan itu selesai, kami terus melakukan sounding ke pasar yang ada,” jelas Farchad.
Sementara itu, Direktur Utama MRT Jakarta Tuhiyat menambahkan, sejumlah perusahaan saat ini tertarik untuk membeli hak penamaan pada Stasiun Cipete Raya. Meski demikian, dia tidak menyebutkan nama brand atau perusahaan yang berminat membeli hak penamaan di stasiun tersebut.
Dia menambahkan, perusahaan juga telah berhasil menjual hak penamaan pada salah satu stasiun yang masuk pada fase 2 pengembangan MRT Jakarta.
“Yang di fase 2 ada Stasiun Harmoni yang sudah di-book,” katanya.
Adapun, Farchad mengatakan, pendapatan nontarif MRT Jakarta diproyeksikan turun sekitar 2,7 persen pada 2022 dibandingkan dengan capaian 2021 lalu sebesar Rp453 miliar. Menurutnya, penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh dampak masa pemulihan laju pertumbuhan ekonomi mikro akibat pandemi virus Corona.
Selain itu, MRT Jakarta juga melakukan penyesuaian strategi bisnis akibat adanya pergeseran perilaku masyarakat seperti peningkatan tren digitalisasi. Seiring dengan hal tersebut, perusahaan juga melakukan penyesuaian anggaran pemasaran dengan calon mitra kerja sama.
Farchad menuturkan, pada 2023 perusahaan akan meningkatkan seluruh segmen penerimaan nontarif. Hal ini mencakup hak penamaan stasiun, iklan, digital payment, area ritel dan komersil, pengembangan kawasan berorientasi transit (transit oriented develpoment), serta proyek konsultansi.
“Mudah – mudahan tahun 2023 akan ada pertumbuhan. Target kami minimal sekitar 5 persen untuk non-fare box,” pungkasnya.