Bisnis.com, JAKARTA - Harga rumah seken di wilayah DKI Jakarta terus menunjukkan tren peningkatan meski pasar properti disebut-sebut bakal melambat akibat kenaikan suku bunga KPR usai Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 4,25 persen.
Lokasi strategis menjadi faktor utama penentu kenaikan harga rumah seken. Semakin strategis lokasinya, maka nilai bangunan pun akan semakin mahal.
Country Manager Rumah123.com Maria Herawati Manik mengatakan beberapa rumah seken yang banyak dijual biasanya berada di kawasan elite, seperti Pondok Indah, Menteng, dan Kelapa Gading.
"Khusus wilayah Jakarta memang yang jadi penentu utama kenaikan harga rumah adalah lokasinya, semakin strategis dan prima pastinya membuat nilainya jadi lebih tinggi," kata Maria saat dihubungi Bisnis, Selasa (4/10/2022).
Berdasarkan Flash Report Rumah123.com edisi September, kenaikan harga rumah seken secara bulanan naik tipis di wilayah Jakarta yang naik 0,5 persen, Tangerang naik sebesar 0,3 persen, Depok naik 0,1 persen, dan Bogor naik 2,4 persen.
Maria menerangkan, meski kenaikan terus terjadi dalam beberapa bulan ke belakang, tapi minat rumah seken di wilayah Jakarta masih cukup terjaga dengan perbandingan yang seimbang dari sisi suplai.
"Jakarta Barat dan Jakarta Selatan jadi dua lokasi yang pada September kemarin paling banyak dicari oleh konsumen rumah seken, dengan persentase 12,1 persen dan 9,7 persen [secara berturutan]," jelasnya.
Rumah tapak masih menjadi incaran utama para pencari properti seken. Adapun minatnya yang tinggi di hunian tipe 21 dan tipe 45 untuk konsumen dari kalangan investor atau upgrader.
Umumnya, rumah seken tipe tersebut berada di kisaran harga Rp400 juta sampai Rp1 miliar dengan spesifikasi yang beragam tergantung kebutuhan para pencari properti seken.
Lebih lanjut, sepanjang tahun 2022 ini, dia mencatat fluktuasi penjualan rumah seken yang tidak terlalu signifikan dengan pertumbuhan yang cenderung melambat.
"Peningkatannya pasti ada, cuma tidak sebesar tahun lalu yang menjelang kuartal III-2021 itu sempat meroket. Ini bisa jadi dampak dari kurangnya insentif di sektor properti yang lebih sedikit dibanding periode sama tahun lalu," ungkapnya.