Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah meminta tambahan anggaran subsidi energi pada 2023 senilai Rp1,3 triliun, sebagai bagian dari permintaan penambahan belanja negara tahun depan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN, Menteri Hukum dan HAM, serta Bank Indonesia.
Berdasarkan kesepakatan Panitia Kerja (Panja) Banggar, target penerimaan negara pada 2023 bertambah Rp19,4 triliun. Penambahan itu berasal dari penerimaan perpajakan Rp4,3 trilun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp15,1 triliun.
Sri Mulyani menyatakan bahwa dengan adanya penambahan penerimaan, pemerintah ingin menambah belanja untuk empat komponen. Salah satu penambahan utama belanja 2023 adalah untuk subsidi energi.
"Dengan adanya perubahan penerimaan negara dan subsidi, kami menyampaikan usulan pendapatan negara dengan kesepakatan panja untuk menambah subsidi energi Rp1,3 triliun," ujar Sri Mulyani pada Rabu (14/9/2022).
Sri Mulyani hendak menambah anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) senilai Rp0,6 triliun, lalu subsidi liquid petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram senilai Rp0,4 triliun, dan subsidi listrik Rp0,2 triliun.
Baca Juga
Bertambahnya anggaran subsidi energi membuat totalnya menjadi Rp212 triliun, terpaut Rp1,3 triliun dari rencana awal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 senilai Rp210,7 triliun.
Penambahan anggaran subsidi energi itu menggunakan asumsi Indonesian Crude Price (ICP) US$90 per barrel dan nilai tukar rupiah 14.800. Adapun, parameternya adalah volume BBM 17,5 juta kiloliter, volume tabung LPG 8 juta MT, dan subsidi tetap minyak solar Rp1.000 per liter.
Selain itu, Sri Mulyani pun meminta tambahan belanja untuk cadangan pendidikan Rp3,9 triliun, belanja non pendidikan Rp11,2 triliun, dan transfer ke daerah (TKD) Rp3 triliun. Total penambahan belanjanya menjadi Rp19,4 triliun, sama dengan target penambahan penerimaan.
Adanya penambahan penerimaan maupun belanja akan sedikit memengaruhi asumsi defisit APBN. Sri Mulyani menyebut bahwa target defisit yang semula 2,85 persen akan berkurang sedikit menjadi 2,84 persen.
"Untuk keempat item belanja, defisit dari APBN tahun depan tetap dijaga dalam nominal Rp598 triliun. Nominalnya tidak berubah tetapi preaentase terhadap PDB menjadi 2,84 persen. Meskipun nominalnya sama, tetapi terhadap presentase PDB menurun dari yang diusulkan 2,85 persen. Jadi kenaikan belanja dengan perubahan PDB dari sisi presentase mengalami penurunan," ujar Sri Mulyani.