Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Blak-blakan Penyebab Belanja Pemerintah Lambat

BPS mencatat konsumsi pemerintah pada kuartal II/2022 mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar -5,24 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani memberikan keterangan dalam konferensi pers triwulanan KSSK di Jakarta, Senin (1/8/2022). Dok: Youtube Kemenkeu
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani memberikan keterangan dalam konferensi pers triwulanan KSSK di Jakarta, Senin (1/8/2022). Dok: Youtube Kemenkeu

Bisnis.com, JAKARTA — Konsumsi pemerintah pada kuartal II/2022 mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar -5,24 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Ini merupakan kali kedua secara berturut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa konsumsi pemerintah dalam komponen PDB mencatatkan kontraksi pertumbuhan selama dua kuartal berturut-turut dikarenakan belanja pemerintah yang masih cenderung terbatas.

“Konsumsi pemerintah kontraksi di dua kuartal berturut-turut, itu juga karena banyak hal, bukan karena size defisit yang mengecil, tapi ability to spend yang masih terbatas,” katanya dalam acara Peluncuran Buku PEN, Jumat (5/8/2022).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari sisi lapangan usaha, administrasi pemerintahan juga mengalami penurunan sebesar -1,73 persen yoy. Penurunan disebabkan oleh penurunan realisasi belanja pegawai, serta belanja barang dan jasa.

“Kalau mau menambah belanja dengan capacity dan quality of spending, kita harus tetap hati-hati untuk tidak menggunakan fiskal secara ekspansif atau sembrono,” tutur Sri Mulyani.

Adapun, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2022 mencapai 5,44 persen.

Sri Mulyani menyampaikan, dengan pertumbuhan yang lebih tinggi dari kuartal sebelumnya, Indonesia saat ini berada dalam posisi yang baik, di mana antara sisi permintaan dan penawaran terjaga.

Di samping itu, tingkat inflasi juga relatif stabil sejalan dengan penambahan subsidi yang diberikan oleh pemerintah, baik melalui subsidi energi maupun bantuan sosial.

“Di negara lain, barangkali inflasi sudah sangat tinggi, sementara pemulihan dari sisi penawaran tidak besar, jadi pertumbuhan belum tinggi sekali,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper