Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah diminta memberikan insentif PPh 22 Impor kepada industri manufaktur. Terutama, kepada sektor yang bergantung terhadap bahan baku impor, seperti industri makanan dan minuman (Mamin).
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menilai insentif perlu diberikan mempertimbangkan kondisi sulit yang sedang dihadapi oleh pelaku industri sektor tersebut.
Menurut Subandi, situasi sulit yang dihadapi pelaku usaha mamin dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor.
Pertama, pelemahan nilai tukar rupiah yang menyebabkan harga bahan baku menjadi lebih mahal. Kedua, ongkos angkut kapal mengalami kenaikan dengan kisaran 300 - 500 persen dari kondisi normal sejak akhir 2021
"Artinya, biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik barang sangat membebani pelaku usaha di tengah daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih," kata Subandi kepada Bisnis, Senin (25/7/2022).
Dia pun meminta pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif PPh 22 impor bagi industri manufaktur. "Sebab, tidak ada cara lain bagi pemerintah selain tetap menjaga kinerja industri manufaktur agar tetap mampu menjalankan operasional secara optimal," jelas.
Baca Juga
Sebagai informasi, pemerintah tidak mencantumkan industri manufaktur sebagai penerima insentif PPh 22 impor di PMK No. 114/2022 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak.
Hal itu dinilai mengharuskan pebisnis makanan dan minuman (Mamin) untuk memutar otak. Sebab, dampak inflasi dunia serta fluktuasi harga bahan baku sudah tercermin dari indeks harga produsen (IHP) yang memiliki gap sangat tinggi dibandingkan dengan indeks harga konsumen (IHK).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), IHP industri manufaktur RI pada kuartal I/2022 sebesar 158,64, sedangkan IHK untuk periode yang sama sebesar 108,95.
Data terbaru BPS yang menunjukkan penurunan impor sejumlah bahan baku industri Mamin seperti gandum dan gula juga mengindikasikan geliat sektor tersebut lesu.