Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minimnya Bahan Baku Hambat Akselerasi Industri Makanan Olahan

Salah satu permasalahan utama yang wajib diselesaikan di sektor industri makanan olahan dalam negeri adalah minimnya pasokan bahan baku.
Pekerja mengemas produk minuman kopi serbuk di pabrik produk hilir PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, Banaran, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (31/7)./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra
Pekerja mengemas produk minuman kopi serbuk di pabrik produk hilir PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, Banaran, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (31/7)./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk mendongkrak status industri makanan olahan Tanah Air dari jejeran komoditas ekspor potensial menjadi komoditas ekspor utama.

Berdasarkan Perpres 74/2022 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN), salah satu permasalahan utama yang wajib diselesaikan di sektor industri makanan olahan dalam negeri adalah minimnya pasokan bahan baku.

Sebagai contoh, di sektor pengolahan susu yang dinilai menjadi penopang utama kinerja industri makanan dan minuman. Mengutip data terakhir Kemenperin, sampai dengan saat ini hanya sekitar 0,87 juta ton atau 21 persen bahan baku yang merupakan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).

Sisanya, bahan baku masih didatangkan dari luar negeri dalam bentuk skim milk, whole milk, anhydrous milk fat, butter milk, dan whey. Dalam periode lima tahun terakhir, pasokan bahan baku lokal hanya tumbuh rata-rata 0,9 persen per tahun.

Sementara itu, keperluan industri terhadap bahan baku tumbuh hingga 6 persen per setiap tahunnya.

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan menilai industri makanan olahan dalam negeri sebenarnya mampu keluar dari persoalan bahan baku.

"Sebab, Indonesia memiliki bahan mentah untuk diolah menjadi bahan baku. Jadi, sebenarnya tinggal kemauan untuk membangun industrinya," kata Johnny kepada Bisnis, Minggu (29/5/2022).

Johnny mengatakan Indonesia belum memiliki peralatan modern untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Dia pun berharap akan ada pengadaan mesin dengan teknologi canggih untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Kendati demikian, dia mengakui upaya pemutakhiran industri terkait bukanlah hal yang mudah. Sebab, biaya yang diperlukan untuk pemutakhiran industri relatif lebih besar dibandingkan dengan impor.

Sekadar gambaran, impor sektor nonmigas Tanah Air sejauh masih didominasi oleh bahan baku/penolong. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat impor bahan baku sektor nonmigas pada 2021 senilai US$147,38 miliar. Nilai tersebut jauh melampaui impor barang modal senilai US$28,63 miliar dan barang konsumsi senilai US$20,19 miliar.

Nilai impor bahan baku sektor nonmigas RI pada 2021 mengalami peningkatan sebesar 42,80 persen secara tahunan (year-on-year). Sebelumnya, nilai impor bahan baku sektor nonmigas Indonesia senilai US$103,21 miliar.

Menurut Johnny, pemerintah bisa menangani persoalan tersebut dengan membuat peraturan mengenai insentif kepada pelaku di sektor makanan olahan demi mendukung pemutakhiran di industri paling potensial tersebut.

POTENSIAL

Perlu diketahui, produk dari industri makanan olahan Indonesia memiliki ukuran pasar yang besar di luar negeri seiring dengan peningkatan jumlah populasi penduduk dunia. Hal tersebut mengindikasikan terbukanya pasar ekspor.

Peluang komoditas makanan olahan Indonesia untuk dioptimalkan di pasar dunia terbilang tidak kecil. Berdasarkan data Kemendag, ekspor produk makanan olahan nasional tercatat selalu mengalami pertumbuhan positif untuk nilai ekspor dalam kurun 5 tahun terakhir, atau lebih tepatnya sejak 2017.

Nilai ekspor produk makanan olahan dalam negeri tumbuh signifikan lebih dari 7,58 persen selama periode 2017 - 2021 dari US$6,27 miliar menjadi US$8,6 miliar.

Selain itu, sebagian besar industri makanan olahan berhasil menjaga ritme utilisasi. Beberapa di antaranya, pengolahan buah dan pengolahan kopi dengan utilisasi di atas 90 persen. Diikuti oleh pengolahan susu, minyak nabati, dan teh memiliki tingkat utilisasi yang bertahan di level moderat pada rentang 60 persen - 80 persen.

Dengan kata lain, hal tersebut memberikan gambaran bahwa masih terdapat banyak ruang untuk melakukan perbaikan pada masa yang akan datang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper