Bisnis.com, JAKARTA - People’s Bank of China (PBOC) lebih memilih pemberian stimulus untuk kredit ketimbang menurunkan suku bunga acuan guna mendukung pemulihan ekonomi.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (28/6/2022), Gubernur PBOC Yi Gang mengatakan bank sentral memiliki ruang yang sangat besar untuk melakukan penyesuaian kebijakan moneter jika perang dagang dengan Amerika Serikat semakin dalam.
Hal itu diungkapkan dalam wawancara langka yang dilakukan dalam bahasa Inggris dengan lembaga penyiaran negara.
Dia menegaskan kebijakan moneter akan terus akomodatif untuk mendukung pemulihan ekonomi secara agregat.
Yu mengatakan suku bunga riil agak rendah setelah memperhitungkan inflasi, menandakan kemungkinan kecil pemangkasan suku bunga dalam skala besar.
"PBOC lebih fokus pada perubahan kuantitas pembiayaan dan pinjaman sosial secara keseluruhan, daripada harga pada suku bunga," ujar Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management Ltd. Zhang Zhiwei.
Baca Juga
Menurutnya, pernyataan Yi menunjukkan bahwa PBOC enggan untuk memangkas suku bunga.
Terkait dengan inflasi, dia mengatakan proyeksinya stabil dengan harga konsumen yang naik 2,1 persen pada Mei dan harga produsen naik 6,4 persen.
Zhang mengatakan bank sentral dapat menggunakan alat moneter seperti rasio persyaratan cadangan untuk bank atau program pinjaman guna memperluas pembiayaan keseluruhan dalam perekonomian.
Selain suku bunga riil yang rendah, alasan lain bagi PBOC untuk berhati-hati dengan penurunan suku bunga adalah karena ekonomi terbebani oleh pembatasan Covid, masalah kebijakan moneter yang tidak dapat ditangani secara efektif, katanya.
"Perkiraan saya adalah bahwa ruang lebih lanjut untuk penurunan suku bunga besar akan terbatas. [PBOC tampaknya] menargetkan jumlah pembiayaan agregat yang luar biasa," ujar Kepala Ahli Strategi Nilai Tukar Mizuho Bank Ltd., Ken Cheung.