Bisnis.com, JAKARTA – Dunia usaha mesti pintar-pintar memanfaatkan indikator-indikator positif yang mampu menopang perekonomian Tanah Air demi mengurangi dampak perlambatan ekonomi global.
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, sedikitnya ada dua langkah khusus yang bisa diambil oleh pelaku usaha untuk mengakali situasi tersebut.
"Antara lain, memanfaatkan stabilitas pasar dalam negeri dan dukungan stimulus kebijakan yang diberikan pemerintah," kata Shinta kepada Bisnis, Minggu (26/6/2022).
Di samping itu, sambungnya, pelaku usaha akan lebih fokus melakukan penguatan branding, pemasaran, serta efisiensi biaya produksi untuk memastikan resiliensi perusahaan dalam jangka pendek-menengah.
"Yang jelas, ke depannya, pelaku usaha akan terus menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja usaha," jelasnya.
Ia menambahkan tidak ada strategi one size fits all bagi pelaku usaha untuk meminimalisir dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tekanan global.
Sebab, ujarnya, bentuk tekanan yang dialami pelaku usaha tidak sama, tergantung sektor usaha, tipe exposure pasar (ekspor atau tidak), serta skala operasi dan target pasar.
"Jadi, tidak ada strategi yang one size fits all bagi pelaku usaha dalam kondisi saat ini. Semuanya dikaji dan di-customize sesuai bentuk tekanan yang dihadapi perusahaan," kata Shinta kepada Bisnis, Minggu (26/6/2022).
Dia menyontohkan, industri mamin diprediksi lebih fokus kepada strategi diversifikasi suplai input produksi untuk memastikan stabilitas pasokan bahan pangan impor yang diperlukan demi kelancaran produksi.
Sektor tersebut, sambungnya, juga perlu menyusun strategi untuk melakukan passing kenaikan harga pangan ke harga jual produk-produk di pasar sedemikian rupa untuk menghindari shock consumer.
Sementara itu, industri dengan aktivitas impor-ekspor tinggi, umumnya akan fokus menjaga kelancaran arus kas, khususnya kecukupan valas untuk melakukan transaksi.
"Mereka juga perlu memikirkan strategi marketing baru di pasar-pasar yang mengalami penyusutan dan berupaya melakukan diversifikasi tujuan ekspor," ujarnya.
Untuk pelaku usaha di sektor pertambangan dinilai cenderung meningkatkan kinerja/output usaha serta mengalokasikan penerimaan untuk melakukan transformasi usaha ke arah yang lebih berkelanjutan.
"Jadi, tidak ada strategi tertentu. Semua tergantung risiko terhadap masing-masing perusahaan dan pain point yang dianggap kritis atau berpotensi membahayakan stabilitas kinerja atau keberlangsungan usaha," jelasnya.