Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani: Surplus Neraca Dagang 24 Bulan Beruntun Bikin Pemulihan Ekonomi RI Lebih Kuat

Sri Mulyani Indrawati menyampaikan neraca perdagangan yang mencatatkan surplus 24 bulan secara beruntun hingga April 2022 memperkuat kondisi eksternal Indonesia dan mendorong pemulihan yang kuat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan rancangan APBN 2021 dalam konferensi pers virtual, Selasa (1/12/2020) / Foto: Kemenkeu RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan rancangan APBN 2021 dalam konferensi pers virtual, Selasa (1/12/2020) / Foto: Kemenkeu RI

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan neraca perdagangan yang mencatatkan surplus 24 bulan secara beruntun hingga April 2022 memperkuat kondisi eksternal Indonesia di tengah tingginya ketidakpastian global.

Berdasarkan data terbaru, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus sebesar US$7,56 miliar dan merupakan yang tertinggi sepanjang masa.

Dia menjelaskan, kondisi ini yang disertai dengan menggeliatnya kegiatan ekonomi akan memberikan kontribusi yang sangat positif dari sisi neraca eksternal.

“Tentu ini merupakan salah satu hal yang akan menjaga ekonomi Indonesia karena kinerja ekspor kita dengan adanya tren kenaikan harga maupun pemulihan ekonomi global akibat pandemi,” katanya dalam acara Talkshow Neraca Komoditas, Senin (30/5/2022).

Namun demikian, Sri Mulyani mengingatkan bahwa proses pemulihan ekonomi Indonesia ke depan masih akan menghadapi tantangan dari sisi global.

“Muncul risiko baru yang harus kita waspadai terutama dalam bentuk kenaikan harga-harga komoditas yang meningkat sangat cepat dan ekstrem,” jelasnya.

Meskipun Indonesia diuntungkan karena mengekspor komoditas, imbuhnya, di sisi lain kenaikan harga yang sangat ekstrem mendorong inflasi di level global terutama negara-negara maju secara ekstrem juga.

Lonjakan inflasi global ini diikuti oleh pengetatan moneter, terutama di negara maju, terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan Inggris.

“Artinya suku bunga akan naik dan likuiditas juga akan menjadi lebih ketat, Hal ini perlu untuk kita waspadai dalam implikasinya terhadap momentum pemulihan ekonomi global,” kata dia.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan risiko perlambatan pemulihan ekonomi juga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi China yang diperkirakan melambat tahun ini, sebagai dampak dari implementasi kebijakan zero Covid-19.

Risiko-risiko tersebut perlu diantisipasi termasuk risiko akibat konflik Rusia dan Ukraina yang telah menyebabkan disrupsi sisi pasokan. Sanksi ekonomi yang diberlakukan bagi Rusia juga menyebabkan harga komoditas melonjak sangat ekstrem.

“Menghadapi perubahan ekonomi dunia dan dinamika yang bergeser secara sangat cepat kita harus terus meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan merespons kebijakan kita secara tepat,” tutur Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper