Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyelewengan BBM Bersubsidi Marak, Pertamina Ikut Buntung

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan banyaknya kasus penyelundupan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi perlu dibarengi dengan regulasi yang lebih jelas.
Ilustrasi sejumlah barang bukti penyelewengan solar bersubsidi berupa truk tangki, mobil sedan modifikasi, tangki penampung dan mesin pompa diamankan di Mapolda Kepulauan Riau, Batam /ANTARA
Ilustrasi sejumlah barang bukti penyelewengan solar bersubsidi berupa truk tangki, mobil sedan modifikasi, tangki penampung dan mesin pompa diamankan di Mapolda Kepulauan Riau, Batam /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) mengapresiasi langkah gesit Badan Reserse Kriminal Mabes Polri yang kembali menangkap oknum yang diduga menyelewengkan dan menimbun solar bersubsidi di Juwana, Pati, Jawa Tengah pada pekan lalu.

Kasus itu menjadi tangkapan ke-38 yang telah dilakukan Mabes Polri sepanjang 2022. Secara nasional, kasus penyelundupan BBM bersubsidi terjadi di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), Jawa Bagian Barat (JBB), Jawa Bagian Tengah (JBT), Jatimbalinus, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku-Papua.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan banyaknya kasus penyelundupan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi perlu dibarengi dengan regulasi yang lebih jelas dan penegakan hukum yang kuat agar kasus serupa tidak terulang lagi.

Pertamina, kata Nicke, tidak bakal mentolerir jika ada oknum SPBU yang ikut menyelundupkan BBM bersubsidi. Nicke mencontohkan salah satu SPBU di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi atau Kabupaten Pangkal Pinang Provinsi Bangka belakangan diberikan sanksi penghentian pasokan pertalite selama 1 bulan karena terbukti menyalahgunakan BBM bersubsidi.

"Kami mengapresiasi serta mendukung penuh Polri yang telah melakukan penindakan terhadap penyalahgunaan BBM bersubsidi, sehingga BBM subsidi dapat dipergunakan semestinya oleh masyarakat yang berhak," kata Nicke melalui siaran pers, Kamis (26/5/2022).

Nicke menegaskan BBM bersubsidi menjadi hak masyarakat kurang mampu agar mendapatkan energi dengan harga terjangkau. Karena itu, setiap penyelewengan terhadap BBM bersubsidi merupakan tindakan kriminal melawan hukum dan pelakunya akan berhadapan dengan aparat penegak hukum.

“Di dalam BBM bersubsidi mengalir APBN yang harus kita kawal agar tidak diselewengkan,” tuturnya.

Bentuk penyelewengan BBM bersubsidi dilakukan dengan bermacam-macam modus. Ada modus pengisian berulang oleh mobil pelangsir dengan tangki modifikasi atau truk yang sudah dimodifikasi. Ada juga pembelian dengan jerigen, pembelian tanpa struk, pembelian melalui pihak ketiga dan lain sebagainya.

Executive General Manager Jawa Bagian Tengah Pertamina Patra Niaga Dwi Puja Ariestya mengatakan secara bisnis Pertamina turut mengalami kerugian yang serius akibat praktik penyelewengan BBM bersubsidi tersebut.

“Penjualan BBM industri di sektor perikanan mengalami penurunan hingga 32 persen karena adanya praktik solar,” kata Ari.

Di sisi lain, Ari mengatakan penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi berkurang drastis. Alasannya, oknum penjual BBM ilegal itu tidak menyetor PPN selayaknya BBM Industri yang dijual melalui lembaga penyalur resmi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah tengah berencana menerapkan skema subsidi tertutup untuk penyaluran bahan bakar minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) setelah membengkaknya realisasi belanja subsidi pada awal tahun ini.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengatakan langkah itu diambil untuk mengoptimalkan serapan alokasi tambahan subsidi energi yang sudah dinaikkan menjadi Rp350 triliun pada rencana perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. Selain itu, Edy menambahkan, pemerintah menyadari skema subsidi terbuka lebih banyak tidak tepat sasaran yang dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah ke atas.

Berdasarkan data milik KSP, realisasi belanja negara untuk subsidi BBM dan LPG sudah mencapai Rp34,8 triliun per April 2022. Jumlah ini lebih tinggi 50 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021, yakni Rp 23,3 triliun.

“Dengan skema subsidi terbuka seperti saat ini, dikhawatirkan volumenya bisa menjadi tidak terbatas, karena masyarakat yang harusnya tidak masuk kategori penerima subsidi karena tidak miskin atau rentan miskin justru ikut menikmatinya,” kata Edy melalui siaran pers, Rabu (25/5/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper