Bisnis.com, JAKARTA - Melonjaknya harga komoditas energi fosil dinilai menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempercepat pengambangan energi baru terbarukan.
Selain itu, Indonesia menjadi net importir minyak dan gas bumi. Permintaan pada komoditas energi ini juga diproyeksi akan semakin besar pada masa depan seiring peningkatan konsumsi masyarakat. Sebab itu, akselerasi pembangkit EBT berguna untuk mengurangi beban negara.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menerangkan sumber daya alam di Indonesia memungkinkan pengurangan terhadap importasi energi ini terjadi. Sebab, RI memiliki sumber daya alam memadai untuk pengembangan energi bersih.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membukukan realisasi energi bersih hingga 2021 didominasi oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 6.601,9 megawatt (MW), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 2.276,9 MW.
Kemudian disusul pembangkit listrik tenaga bio (Bioenergi/PLTBio) sebesar 1.920,4 MW, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 200,1 MW, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) 154,3 MW serta PLT Hybrid sebesar 3,6 MW.
“Pembangkit energi terbarukan seperti surya, angin dan biomassa bisa menggantikan kebutuhan gas dan BBM untuk pembangkitan listrik di sistem-sistem kecil,” katanya kepada Bisnis, Senin (7/3/2022).
Baca Juga
Selain itu, kata Fabby, Indonesia dapat mengembangkan renewable gas dari potensi biomassa. Di samping itu, sumber hidrogen hijau di daerah dengan sumber surya dan angin tinggi juga dapat dikembangkan.
“Sehingga menghasilkan harga listrik yang murah untuk produksi green hydrogen dengan elektrolisis,” jelas Fabby.
Tahun ini, Kementerian ESDM menargetkan pengembangan seluruh pembangkit EBT mencapai 11.804 MW atau 11,8 gigawatt (GW). Dengan realisasi tahun lalu sebesar 11.157 MW, maka peningkatan pembangki EBT ditargetkan 647 MW hingga Desember 2022.
Sementara itu, PT PLN (Persero) telah membuka lelang sejumlah proyek energi terbarukan demi pada tahun ini. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan bahwa perseroan mulai berbenah memperbaiki segala lini untuk meningkatkan minat investor terlibat dalam pengembangan EBT.
Pada 2022, PLN telah memulai sejumlah lelang proyek energi baru terbarukan. Pihaknya mencatat hingga 2025, investasi EBT dari kalangan swasta cukup luar biasa. Kondisi ini ditopang oleh antusiasme lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
Sejumlah lembaga mulai getol menanamkan investasi untuk energi bersih. Beberapa di antaranya seperti Asian Development Bank, World Bank, Green Investment hingga green bond.
Darmawan memaparkan salah satu contoh proyek raksasa PLN yang ikut dilelang seperti pengembangan PLT EBT Baseload sebesar 1,1 gigawatt pada 2026 - 2027. Proyek ini akan memanfaatkan PLTS dengan tambahan battery storage system agar mampu mengalirkan listrik selama 24 jam.
“Teknologinya tidak kita kunci, kita buka, tapi harus beroperasi 24 jam. Artinya ada battery energy storage system-nya, ini besar sekali projeknya bisa mendekati US$3 - 4 bilion,” katanya pada Kamis (24/2/2022).