Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Beberkan 3 Risiko Global yang Harus Diantisipasi Indonesia hingga 2023

Dinamika global masih akan mewarnai perekonomian dunia bahkan hingga 2023. Bendahara negara menjelaskan terdapat tiga risiko perekonomian dunia terkini yang sedang diantisipasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2021 di Jakarta, Senin (3/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2021 di Jakarta, Senin (3/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap sejumlah dinamika global yang akan terus diwaspadai pada 2022.

Dinamika global yang dinilai perlu diwaspadai beragam mulai dari normalisasi kebijakan moneter hingga disrupsi rantai pasok yang masih berlangsung.

Pada rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI hari ini, Sri Mulyani menjelaskan bahwa dinamika global masih akan mewarnai perekonomian dunia bahkan hingga 2023. Bendahara negara menjelaskan terdapat tiga risiko perekonomian dunia terkini yang sedang diantisipasi.

Pertama, tapering off oleh bank sentral global baik dari Amerika Serikat (AS) serta Uni Eropa dan Inggris. Tingkat inflasi yang tinggi di negara-negara tersebut memicu percepatan pengurangan pembelian aset oleh bank sentral, dan berpotensi memicu kenaikan suku bunga acuan.

"Dinamikanya ini tik tok. Ini pengaruh spillover-nya ke negara lain [besar], lalu negara lain melakukan ini [penyesuaian]. Ini lingkungan yang sangat dinamis, dan akan mewarnai tahun 2022 dan 2023," jelas Sri Mulyani di hadapan Komisi XI DPR RI, Rabu (19/1/2022).

Kedua, switching policy atau kebijakan transisi ekonomi China. Kebijakan China untuk melakukan rebalancing serta transisi ekonomi hijau turut berpotensi memiliki dampak kepada ekonomi global.

Sri Mulyani menyebut China sebagai negara yang besar, maka akan memiliki dampak yang besar kepada dunia ketika mengambil suatu kebijakan signifikan.

"Karena size RRT itu begitu besar, maka setiap dia bergerak maka seluruh dunia juga ikut bergoyang," tuturnya.

Ketiga, disrupsi rantai pasok dan potensi stagflasi yang mengikuti setelahnya. Adapun, stagflasi merujuk pada kondisi di mana laju perekonomian yang lambat berlangsung bersamaan dengan tingkat inflasi tinggi.

Di beberapa negara, kenaikan harga komoditas energi, gangguan rantai pasok, dan lambatnya pemulihan ekonomi disinyalir akan memicu kondisi stagflasi.

"Stagflasi ini saya mengenalnya saat saya masih mahasiswa Ekonomi pada tahun 1970-1980. Waktu itu ada di textbook Ekonomi. Sekarang, ini menjadi salah satu yang sekarang muncul lagi, setelah dunia itu dihadapkan pada situasi inflasi yang secara relatif rendah di beberapa dekade terakhir," jelas Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper