Bisnis.com, JAKARTA — Volume ekspor Indonesia dinilai bisa melanjutkan tren pertumbuhan pada 2022, meskipun penyaluran stimulus di destinasi ekspor cenderung berkurang. Normalisasi permintaan global diprediksi mengimbangi berkurangnya stimulus pandemi.
“Meskipun memang terdapat potensi pengurangan stimulus, pemulihan ekonomi global yang didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat di berbagai negara akan jauh kebih besar mendorong permintaan terhadap produk ekspor dari Indonesia,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Kamis (30/12/2021).
Josua mengatakan peningkatan ekspor bisa dirasakan pada produk manufaktur dengan daya saing tinggi seperti otomotif. Barang dalam bentuk bahan baku atau antara juga bisa naik untuk menopang aktivitas industri di negara lain, misalnya produk nikel dan baja antikarat.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), Josua mengatakan volume ekspor tiga kelompok utama yakni pertanian, industri pengolahan, dan pertambangan mengalami kenaikan signifikan pada kurun Januari sampai Oktober 2021 dan melampaui kinerja 2019.
Volume ekspor tiga kelompok tersebut dalam kurun Januari–Oktober berjumlah 85,1 juta ton pada 2019 dan naik menjadi 87,4 juta ton pada 2020. Adapun realisasi per Oktober 2021 adalah 100,3 juta ton.
Beberapa subsektor industri pengolahan yang mencatatkan pertumbuhan ekspor cukup tinggi secara volume dibandingkan masa sebelum pandemi antara lain adalah industri logam, furnitur, komputer, elektronik dan optik, industri kulit dan alas kaki, dan industri kayu.
Baca Juga
“Pendorong dari meningkatnya volume ekspor adalah mulai pulihnya perekonomian global sehingga meningkatkan permintaan,” katanya.
Josua mengatakan Indonesia juga diuntungkan oleh kondisi negara pesaing utama yang masih terdampak pandemi. Sebagai contoh, Vietnam yang merupakan pesaing ekspor alas kaki Indonesia harus menerapkan karantina wilayah akibat penyebaran Covid-19.
Kebijakan perdagangan di negara tujuan utama turut memengaruhi kinerja ekspor. Josua mengatakan Perang Dagang Amerika Serikat dan China menguntungkan eksportir furnitur Indonesia. AS tercatat menerapkan bea masuk yang besar pada produk furnitur asal Negeri Panda.
“Kami meyakini, sejalan dengan pemulihan ekonomi global, dan keberhasilan pengendalian kasus Covid-19 di domestik, volume ekspor Industri pengolahan Indonesia akan terus naik,” katanya.
Dia meyakini kenaikan permintaan akan menambal risiko penurunan nilai ekspor komoditas, imbas dari normalisasi harga. Adapun salah satu industri yang berpeluang terus melanjutkan peningkatan kinerja ekspor adalah industri logam dasar, sejalan dengan masih tingginya investasi pembangunan smelter di Indonesia.