Bisnis.com, JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed, mengumumkan akan mempercepat melakukan pengurangan pembelian aset atau yang disebut tapering.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan normalisasi kebijakan the Fed tersebut tentunya akan berdampak pada pasar keuangan negara Emerging Market, termasuk Indonesia.
Hal ini mulai terlihat pada pertengahan Desember 2021, di mana premi risiko investasi (credit default swap/CDS) 5 tahun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami sedikit tekanan, meski tidak terlalu signifikan.
“Aliran masuk modal asing ke pasar emerging market juga melandai dan menurun, termasuk di Indonesia. Namun, kalau kita lihat dampaknya ke Indonesia, nilai tukar rupiah secara year-to-date masih relatif stabil, hanya terkoreksi 2,3 persen,” katanya, Selasa (21/12/2021).
Sri mengatakan, depresiasi nilai tukar rupiah masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya, misalnya mata uang di Argentina yang terkoreksi di atas 20 persen.
Negara berkembang lainnya, seperti Thailand dan Brazil juga mencatatkan depresiasi yang lebih tinggi, masing-masingnya mencapai 11 persen dan 9,4 persen.
Baca Juga
Lebih lanjut, Sri menyampaikan tingkat imbal hasil SBN juga relatif stabil. SBN dengan tenor 10 tahun mengalami sedikit peningkatan, sebesar 55 basis poin.
Namun, kenaikan ini pun kata Sri masih lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan yield obligasi di negara lan, seperti Rusia sebesar 235 bps, Filipina 170 bps, dan Mexico 181 bps.
“Ini juga karena kepemilikan surat berharga negara yang dimiliki asing mengalami penurunan yang cukup tajam dari 2020 yang 38,5 persen sekarang hanya 19,7 persen,” jelasnya.