Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih terus mencermati dinamika perekonomian global yang dapat mempengaruhi proses pemulihan ekonomi domestik, terutama kebijakan percepatan pengurangan pembelian aset atau tapering off dan kenaikan suku bunga acuan di negara maju.
The Fed, bank sentral di Amerika Serikat (AS) telah mengumumkan akan mempercepat tapering, dengan mengurangi pembelian obligasi dari US$15 miliar menjadi US$30 miliar, akibat dari tekanan inflasi yang terus mengalami peningkatan di negara itu.
Selain itu, the Fed juga memberi sinyal akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada tahun depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa normalisasi kebijakan moneter di negara maju tentunya akan memberikan dampak secara global, terutama negara-negara yang sangat rentan.
Normalisasi kebijakan moneter di AS akan menimbulkan risiko penurunan arus modal masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, serta akan menyebabkan depresiasi mata uang termasuk rupiah dan naiknya imbal hasil Surat berharga Negara (SBN) karena kenaikan US Treasury.
Dia mencontohkan, Argentina berada pada posisi yang sangat tidak aman dari sisi jumlah utang publik, inflasi, dan utang luar negeri. Oleh karena itu, negara ini akan berada pada posisi yang sangat rentan.
Baca Juga
Di negara berkembang, Brazil dan Turki pun berada dalam kategori negara yang rentan akan kebijakan tapering the Fed, dari sisi neraca transaksi berjalan, kebijakan inflasi, dan utang luar negeri.
Sementara, Sri mengatakan Indonesia masih berada pada posisi yang aman. “Ini menggambarkan kemampuan Indonesia yang dianggap lebih berdaya tahan,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (21/12/2021).
Meski berada di posisi yang aman, sri menyampaikan, pemerintah terus mewaspadai kondisi global tersebut karena situasi ke depan, terutama penyesuaian kebijakan di negara maju dalam menghadapi kenaikan inflasi, akan menyebabkan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Jadi kita semua juga harus meningkatkan kewaspadaan [dari risiko] yang berasal dari faktor non-Covid-19, yaitu penyesuaian kebijakan dan dinamika perekonomian global,” katanya.