Bisnis.com, JAKARTA — Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada Kamis (31/7/2025). Kebijakan itu diklaim tidak membuat bank sentral berada dalam posisi tertinggal dalam merespons inflasi.
Melansir Bloomberg, BOJ mempertahankan suku bunga call overnight di level 0,5% pada akhir pertemuan kebijakan dua hari pada Kamis. Hasil ini sesuai ekspektasi 56 ekonom yang disurvei.
Meski demikian, dewan gubernur yang beranggotakan sembilan orang itu menaikkan proyeksi median inflasi tahun fiskal berjalan menjadi 2,7% dari 2,2%. Estimasi itu seiring kenaikan harga pangan yang berkelanjutan. Proyeksi untuk tahun fiskal 2026 dan 2027 juga sedikit dinaikkan, di luar perkiraan para ekonom.
Meski perubahan proyeksi tersebut mengisyaratkan langkah BOJ mendekati kenaikan suku bunga berikutnya, bank sentral tetap enggan memberikan sinyal jelas soal waktu.
Gubernur BOJ Kazuo Ueda menyebut pihaknya masih memerlukan waktu untuk menilai dampak tarif baru Amerika Serikat terhadap ekonomi Jepang dan perdagangan global, meski ketidakpastian sebagian mereda setelah tercapainya kesepakatan dagang AS–Jepang.
“Kami tidak melihat kabut perdagangan ini tiba-tiba menghilang. Saat ini, saya tidak melihat kami tertinggal dari tren inflasi. Saya juga tidak melihat risiko tinggi kami akan tertinggal," ujar Ueda dalam konferensi pers.
Baca Juga
Dia menolak berkomentar langsung soal pergerakan mata uang yen, namun menegaskan tren harga terus meningkat walau masih berada sedikit di bawah target inflasi 2%.
Menurut Hiroki Shimazu, Kepala Strategi MCP Asset Management, revisi naik proyeksi inflasi BOJ memang membuat pasar menilai kenaikan suku bunga semakin dekat.
“Namun, laporan terbaru juga menyebutkan adanya perlambatan ekonomi yang diperkirakan,” jelasnya.
Pelemahan yen terus berlanjut mendekati level psikologis ¥150 per dolar AS, sementara imbal hasil obligasi pemerintah Jepang melonjak dalam beberapa bulan terakhir dan memengaruhi pasar global.
Keputusan BOJ ini diambil hanya beberapa jam setelah Federal Reserve menahan suku bunga acuannya, dengan Ketua Jerome Powell menekankan banyak ketidakpastian yang menghalangi langkah pemangkasan. Dua gubernur Fed bahkan memilih opsi pemotongan 25 basis poin, meski ditolak mayoritas.
Dalam laporan outlook kuartalannya, BOJ menyebut risiko inflasi kini umumnya seimbang, berbeda dengan laporan tiga bulan sebelumnya yang hanya menyoroti risiko penurunan.
BOJ juga menurunkan karakterisasi ketidakpastian perdagangan dari “sangat tinggi” menjadi lebih moderat, sambil menegaskan kesiapan menaikkan suku bunga bila kondisi memungkinkan.
Kesepakatan dagang AS–Jepang yang tercapai pada 22 Juli menurunkan tarif impor mobil dan sebagian besar barang Jepang ke AS menjadi 15%. BOJ memperkirakan pada akhir tahun ini mereka akan memiliki cukup data untuk menilai kelayakan kenaikan suku bunga.
Kenaikan proyeksi inflasi mencerminkan tekanan biaya hidup yang tinggi, terutama akibat lonjakan harga pangan, termasuk beras, yang menjadikan Jepang salah satu negara G7 dengan inflasi paling persisten.
Meski demikian, Ueda tetap mempertahankan pendekatan bertahap, menekankan bahwa tren harga inti masih sedikit di bawah target 2% jika dilihat dari analisis menyeluruh.
Tekanan biaya hidup ini juga menjadi isu utama dalam pemilu majelis tinggi bulan ini yang berakhir dengan kekalahan terbesar bagi Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan koalisinya. Meski menghadapi desakan mundur dari sebagian anggota Partai Demokrat Liberal, Ishiba menyatakan tetap bertahan.
Jika BOJ akhirnya menaikkan suku bunga, biaya pinjaman di Jepang akan mencapai level tertinggi dalam tiga dekade terakhir.