Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Sentral Jepang Tahan Bunga Acuan, Kurangi Pembelian Obligasi mulai 2026

Bank of Japan (BOJ) yang dipimpin Gubernur Kazuo Ueda menetapkan suku bunga kebijakan tetap pada level 0,5%.
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang pada Jumat (24/1/2024). / Bloomberg-Akio Kon
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang pada Jumat (24/1/2024). / Bloomberg-Akio Kon

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Sentral Jepang atau Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya. 

Bank sentral Jepang juga berencana memperlambat laju pengurangan pembelian obligasi pemerintah mulai tahun fiskal depan seiring meningkatnya volatilitas pasar.

Dalam pernyataan resminya yang dikutip dari Bloomberg pada Selasa (17/6/2025), BOJ yang dipimpin Gubernur Kazuo Ueda menetapkan suku bunga kebijakan tetap pada level 0,5% pada akhir pertemuan dua hari. 

Bank sentral Jepang itu menyatakan akan memangkas pembelian obligasi secara lebih bertahap, yakni sebesar ¥200 miliar (US$1,34 miliar) per kuartal mulai tahun fiskal berikutnya, dibandingkan dengan pengurangan sebesar ¥400 miliar saat ini.

Dengan skema tersebut, volume pembelian obligasi bulanan diperkirakan turun menjadi sekitar ¥2 triliun pada kuartal I/2027, angka yang sebanding dengan level pembelian sebelum pelonggaran moneter agresif dimulai pada 2013.

Sikap hati-hati BOJ ini sudah diperkirakan oleh sebagian besar analis, menyusul gejolak pada pasar obligasi pemerintah Jepang (JGB) yang sempat berdampak ke pasar surat utang global. Nilai tukar yen menguat tipis namun tetap berada dalam kisaran sempit setelah keputusan diumumkan. 

Sementara itu, reaksi pasar obligasi terpantau moderat, dengan penurunan ringan pada kontrak berjangka dan obligasi jangka pendek, sedangkan tenor super panjang nyaris tak berubah.

Setelah lebih dari satu dekade menjadi pembeli utama surat utang pemerintah Jepang, BOJ kini menghadapi tantangan besar untuk mengurangi perannya tanpa mengguncang kepercayaan pasar.

Dalam survei Bloomberg terhadap 53 ekonom, seluruh responden memprediksi suku bunga akan tetap, sementara dua pertiga dari mereka memperkirakan BOJ akan memperlambat pengurangan pembelian obligasinya.

Shinichiro Kobayashi, Kepala Ekonom di Mitsubishi UFJ Research and Consulting menyebut, pengurangan yang lebih kecil bertujuan merespons lonjakan imbal hasil baru-baru ini. Namun, BOJ tetap fleksibel dan bisa mengubah panduan ini. 

"Penting juga dicatat bahwa rencana baru ini belum akan berlaku sampai tahun depan. Dengan keputusan ini, BOJ tetap berada di jalur pengetatan kebijakan," jelasnya. 

Sebagai bagian dari komitmennya untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar dan menjaga jalur yang terprediksi, BOJ menegaskan tetap akan menjalankan rencana saat ini untuk memangkas pembelian sebesar ¥400 miliar per kuartal hingga rencana baru mulai berlaku pada April 2026.

Pelaku pasar kini menanti apakah strategi pengurangan yang lebih lambat akan membantu menstabilkan pasar. 

Kementerian Keuangan Jepang juga berpotensi memberikan kejelasan tambahan jika mengisyaratkan pengurangan penerbitan obligasi super panjang, sesuai prediksi sebagian ekonom.

BOJ juga mempertahankan pernyataan bahwa pihaknya siap melakukan intervensi jika terjadi lonjakan tajam pada imbal hasil obligasi. Meski demikian, sejak tahun lalu, ambang batas untuk melakukan intervensi tersebut dinilai lebih tinggi dibandingkan masa kebijakan pengendalian kurva imbal hasil (yield curve control/YCC).

Langkah BOJ mencerminkan tren global di mana sejumlah bank sentral seperti Federal Reserve juga menyesuaikan laju pengetatan kuantitatif mereka. Namun, BOJ masih tertinggal jauh dibandingkan rekan-rekannya dalam hal mengurangi tumpukan asetnya.

Saat ini, rasio neraca BOJ terhadap output ekonomi Jepang mencapai sekitar 120%—jauh lebih besar dibandingkan rasio bank sentral AS dan Eropa terhadap PDB masing-masing negara.

BOJ mulai mengurangi pembelian obligasi sejak Agustus 2024, lima bulan setelah menghapus suku bunga negatif dan kebijakan YCC.

Gubernur Ueda secara konsisten menyatakan bahwa penentuan imbal hasil obligasi sebaiknya diserahkan kepada mekanisme pasar, menyusul gangguan fungsi pasar akibat pembelian aset besar-besaran oleh BOJ selama satu dekade terakhir.

Dengan kejelasan soal rencana pembelian obligasi, fokus pelaku pasar kini beralih ke waktu kenaikan suku bunga berikutnya.

BOJ kembali menekankan adanya ketidakpastian tinggi terhadap prospek ekonomi, meskipun tetap memperkirakan tren inflasi Jepang akan sejalan dengan target 2% pada paruh kedua periode proyeksi tiga tahun yang berakhir Maret 2028.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper