Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi membebaskan aset kripto sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, mulai 1 Agustus 2025. Bagi jasa terkait perdagangannya, tetap dikenakan PPN.
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto yang diteken pada 29 Juli 2025 oleh Sri Mulyani.
Dalam ketentuan tersebut, Bendahara Negara tersebut menyamakan aset kripto seperti surat berharga yang termasuk ke dalam barang yang tidak dikenai PPN.
“Atas penyerahan Aset Kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai,” bunyi ayat (1) Pasal 2 beleid tersebut, dikutip pada Rabu (30/7/2025).
Pada dasarnya, penyesuaian aturan pajak atas aset kripto ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto.
Hasil revisi ini juga sejalan dengan peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset kripto kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Meski aset kripto bebas PPN, tetapi terkait perdagangannya tidak serta merta bebas pula. Sri Mulyani tetap menjadikan jasa tersebut sebagai objek PPN.
Dalam ayat (2) Pasal 2, tertulis bahwa Jasa Kena Pajak berupa jasa penyediaan Sarana Elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan Aset kripto, oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tetap wajib membayar PPN.
Termasuk jasa yang memfasilitasi transaksi jual beli aset kripto menggunakan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap), maupun dompet elektronik (e-wallet) meliputi deposit, penarikan dana (withdrawal), pemindahan (transfer) aset kripto ke akun pihak lain, dan penyediaan dan/atau pengelolaan media penyimpanan aset kripto.
Selain itu, Jasa Kena Pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto juga dikenai PPN sebesar 12% dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain, yakni 11/12 dari penggantian.
Sementara atas penghasilan dari penjualan aset kripto, penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), maupun penambang aset kripto dikenai Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,21% dari nilai transaksi.
Adapun khusus ketentuan pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto berlaku sejak tahun pajak 2026.
Sebelumnya, pemerintah memang telah memberikan sinyal adanya revisi terkait pajak aset kripto.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal menjelaskan aturan baru pajak kripto akan segera diundangkan. Nantinya, skema baru penerapan pajak kripto akan mengikuti perkembangan berpindahnya pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK pada Januari lalu.
"Insyaallah mungkin minggu-minggu ini [terbit aturan barunya]. Ada perubahan sedikit karena kaitannya dengan perubahan komposisi dari Bappebti," ujar Yon Arsal di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).