Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Bagong Suyanto

Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: APBN 2025 Terancam Jebol?

APBN 2025 diproyeksikan aman meski defisit melebar hingga Rp662 triliun. Tantangan utama meliputi penerimaan pajak rendah, utang meningkat, dan pertumbuhan ekonomi stagnan. Pemerintah perlu mengelola anggaran dengan hati-hati untuk mencegah risiko fiskal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025). /  Bisnis-Himawan L Nugraha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Hingga saat ini, APBN diklaim masih dalam kategori aman. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam berbagai kesempatan telah menegaskan bahwa APBN tidak akan jebol, karena defisit masih terkendali dalam batas yang telah dirancang.

Dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR beberapa waktu lalu, dipaparkan proyeksi defisit APBN 2025 yang melebar menjadi Rp662 triliun atau 2,78% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini dianggap masih aman karena belum melewati ambang batas defisit maksimal 3% sesuai Undang-Undang Keuangan Negara.

Walaupun secara statistik aman, tetapi bukan berarti kondisi APBN kita tidak berisiko bermasalah, baik karena karena faktor internal maupun tekanan kondisi global. Tekanan fiskal akibat kebutuhan pembiayaan berbagai program unggulan Presiden, niscaya bukan hal yang mudah untuk ditangani. Tidak menutup kemungkinan tekanan fiskal akan menjadi alarm sekaligus bom waktu yang berbahaya jika APBN tidak dikelola dengan hati-hati.

Di internal, kita tahu pemasukan pajak masih belum seperti yang diharapkan. Arus investasi juga dilaporkan masih belum menemukan titik cerah. Realisasi investasi di Indonesia pada kuartal I/2025 mencapai Rp465,2 triliun masih jauh dari target investasi nasional tahun 2025 senilai Rp1.905,6 triliun. Sementara di tingkat global, ketegangan geopolitik yang terjadi benar-benar menguji ketahanan ekonomi Indonesia. Ketika permintaan pasar global turun, nilai tukar dolar AS menguat, perang yang ujung-ujungnya memicu terjadinya lonjakan harga energi, semua tentu bukan tantangan yang bisa diabaikan begitu saja. Bukan tidak mungkin kondisi fiskal nasional akan terganggu.

Pengalaman telah banyak membuktikan, kondisi perekonomian global dan nasional yang tidak baik-baik saja memantik risiko inflasi serta menambah beban fiskal negara. Sementara itu, di saat yang sama target pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan kembali meleset di bawah 5%. Bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi ketika pertumbuhan ekonomi stagnan, bahkan menurun dari target yang diharapkan.

Defisit Anggaran

Di tengah kondisi perekonomian yang serba tidak pasti, harus diakui ada banyak tantangan yang harus dihadapi pemerintah. Harapan pemerintah yang mengandalkan APBN untuk mencegah agar dampak guncangan ekonomi tidak makin menyengsarakan masyarakat, ternyata tidak berjalan mulus. Meski belum benar-benar mengkhawatirkan, tetapi alarm terjadinya defisit anggaran adalah hal yang perlu diwaspadai.

Pertama, ketika penerimaan negara tidak sebanding dengan kebutuhan pengeluaran negara untuk membiayai program-program pembangunan. Pada 2025 ini, defisit anggaran yang makin lebar terjadi karena pendapatan negara yang diprediksi hanya mencapai Rp2.865,5 triliun atau 95,4% dari target. Sementara itu, pengeluaran belanja negara justru sangat tinggi. Untuk penerimaan pajak diperkirakan hanya mencapai Rp2.076,9 triliun atau 94,9% dari target Rp2.189,3 triliun. Sementara itu, untuk membiayai pos-pos pengeluaran program utama dan program-program pemerintah yang lain, diperkirakan kebutuhan biaya program mencapai Rp3.527,5 triliun atau 97,4% dari pagu. Kesenjangan antara pemasukan dan kebutuhan anggaran inilah yang menciptakan defisit anggaran makin lebar.

Kedua, ketergantungan dan beban utang luar negeri maupun utang dalam negeri yang membebani APBN. Untuk mencegah agar beban utang tidak makin menjejas, belum lama ini Badan Anggaran DPR memang telah menyetujui penggunaan sisa anggaran lebih (SAL) Rp85,6 triliun. Persetujuan DPR tentang penggunaan SAL ini dimaksudkan agar tak menambah beban utang yang sudah mencapai Rp7.787,51 triliun per 31 Mei 2025. Beban bunga utang saja mencapai Rp500 triliun pada 2024. Menurut data, realisasi utang baru pemerintah hingga 31 Mei 2025 telah mencapai Rp349,3 triliun atau 45% dari target utang di APBN 2025 yang ditetapkan Rp775,9 triliun.

Meskipun rasio utang 31% terhadap PDB dianggap masih aman untuk standar internasional, tetapi beban utang yang terus meningkat niscaya berpotensi menimbulkan dampak fiskal dan moneter yang serius. Ketika nilai tukar rupiah melemah dan utang yang harus dibayar dalam bentuk dolar AS, maka bisa dibayangkan berapa banyak tambahan kewajiban membayar cicilan dan utang pokok yang kontraknya berdasarkan dolar AS. Sesuai proyeksi, nilai tukar rupiah diperkirakan melemah di kisaran Rp16.300—16.800 per dolar AS hingga akhir tahun. Sebagai perbandingan, target sebelumnya di APBN adalah Rp16.000 per dolar AS.

Saat ini, diakui atau tidak, selama ini pemerintah hanya menggandalkan penerimaan pajak sebagai sumber pembayaran utang. Masalahnya ketika penerimaan pajak menurun, maka upaya untuk membayar utang niscaya menjadi makin berat. Pengalaman telah banyak mengajarkan bahwa pembengkakan utang akan kian menekan nilai tukar rupiah.

Ketiga, ketika angka pertumbuhan ekonomi melemah, maka konsekuensinya defisit anggaran juga akan terancam makin lebar. Menurut data, pertumbuhan ekonomi 2025 diproyeksikan hanya 4,7%—5,0%. Angka ini lebih rendah dari target sebelumnya, 5,2%. Untuk memastikan agar pertumbuhan ekonomi kembali naik, daya beli masyarakat kembali meningkat, tidak terjadi inflasi, dan sektor riil kembali bergairah, pemerintah biasanya akan mengalokasikan dana APBN untuk berbelanja berbagai program stimulus ekonomi.

Pada titik kebutuhan akan berbagai program dan paket stimulus meningkat, maka bisa dipahami jika defisit anggaran pun menjadi makin lebar. Apa yang terjadi di Indonesia memperlihatkan bahwa meningkatnya tekanan fiskal, ternyata sejalan dengan kebutuhan masif pembiayaan program-program unggulan pemerintah yang untuk tahun ini saja mencapai Rp446,24 triliun. Bukan tidak mungkin terjadi kesenjangan anggaran akan makin lebar ketika pemerintah tetap bersikeras menggelontorkan program-program dan paket stimulus yang sifatnya populis.

Dilema

Menghadapi performance perekonomian nasional dan global yang masih tidak menentu, harus diakui yang muncul adalah berbagai dilema. Secara politis, pemerintah wajar bila menyatakan bahwa defisit anggaran masih manageable (terkendali) dan diperlukan untuk menopang pertumbuhan di tengah ketidakpastian global. Namun, bersikap optimis, tanpa didukung kebijakan dan program yang tepat, niscaya hanya akan menipu diri sendiri.

Di satu sisi, kita menyadari bahwa APBN 2025 harus menjadi shock absorber ekonomi di tengah tekanan dan kondisi global yang serba tidak pasti. Di sisi lain, pelebaran defisit anggaran niscaya berpotensi menjadi bom waktu fiskal jika kelemahan-kelemahan struktural dan fondasi ekonomi nasional tidak dibenahi dengan serius. Ketika penerimaan negara masih tertatih-tatih, dan defisit anggaran dicoba diatasi hanya melalui utang dan SAL, maka jangan kaget jika kondisi APBN kita terancam kolaps.

Perlu disadari bahwa kondisi fiskal dinyatakan sehat bukan semata-mata soal defisit yang di bawah 3% PDB. Untuk memastikan agar defisit anggaran tidak makin lebar, selain dibutuhkan kesediaan pemerintah untuk menakar ulang dan menata kembali alokasi anggaran untuk program prioritas yang menekan dana jumbo, yang tak kalah penting adalah bagaimana pemerintah terus berusaha untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan menjaga risiko utang tetap terkendali. Jangan sampai terjadi, akibat terlalu ambisi membiayai program-program unggulan, yang terjadi justru APBN kita jebol karena tak kuat menanggung beban yang kian berat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Bagong Suyanto
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro