Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Baru Bikin Importir Daging Pening

Dalam aturan pendahulu, pemasukan daging olahan mensyaratkan penyertanaan laporan surveyor (LS). Kini, hanya mensyaratkan persetujuan impor saja untuk impor
Warga berbelanja di salah satu pusat perbelanjan modern di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/2/2020). /Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Warga berbelanja di salah satu pusat perbelanjan modern di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/2/2020). /Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Ketidakpastian perizinan impor yang timbul dari terbitnya Permendag No. 20/2021 tidak hanya dirasakan oleh importir bawang putih, importir daging sapi turut terimbas perubahan kebijakan yang mulai berlaku pada 15 November 2021.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri menjelaskan terdapat perubahan syarat impor untuk pengolahan daging olahan. Dalam aturan pendahulu, pemasukan daging olahan mensyaratkan penyertanaan laporan surveyor (LS).

"Namun di Permendag No. 20/2021 hanya mensyaratkan persetujuan impor saja untuk impor. Regulasi ini membuat banyak pengusaha kebingungan karena prosesnya berubah," kata Suhandri, Jumat (3/12/2021).

Dia menilai bahwa aturan ini sejatinya tidak terlalu menganggu pasokan protein di pasar. Namun, pelaku usaha menghadapi kendala karena belum terbiasa dengan sistem yang baru.

"Sebenarnya aturan ini tujuannya bagus. Namun mulai berlaku pada 15 November 2021 ini belum diikuti kesiapan instansi terkait seperti Bea Cukai. Akhirnya malah jadi kendala," kata dia.

Kendala perizinan impor setelah terbitnya regulasi baru juga dirasakan oleh importir bawang putih. Pusbarindo mempertanyakan dualisme aturan impor antarkementerian.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan ketidaksinkronan regulasi dalam pemasukan komoditas pangan bukanlah hal yang baru. Namun dampak dari situasi ini terhadap pasokan pangan akan sangat tergantung pada komitmen pemerintah.

"Jika masing-masing kementerian atau lembaga patuh pada otoritas dan antisipasi sesuai kebutuhan, mestinya mereka tidak akan menerbitkan izin atau rekomendasi terlambat," kata Khudori.

Dia menilai potensi hambatan tidak saja bisa datang dari Kementan, tetapi juga di Kemendag. Jika pasokan pangan memang memerlukan tambahan impor, katanya, pemerintah perlu menyegerakan penerbitan perizinan.

"Mestinya kepentingan nasional yang dikedepankan. Jika kita memang minus dan perlu segera impor, ya jangan dihambat-hambat. Demikian pula sebaliknya," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper