Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan akan membuka dialog mengenai pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 sebagai persiapan presidensi G20 oleh Indonesia pada tahun depan. Pemulihan menjadi topik utama dalam pertemuan negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa pada esok hari, Kamis (11/11/2021) pemerintah akan menggelar konferensi bertajuk Pemulihan Ekonomi yang Tangguh dan Berkelanjutan. Gelaran tersebut merupakan bagian dari persiapan Presidensi G20 pada 2022.
“Konferensi ini adalah bagian dari upaya Presidensi Indonesia mendalami kebijakan dalam rangka mempromosikan produktivitas, meningkatkan ketahanan dan stabilitas, memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, dan mengaktifkan lingkungan dan kemitraan sebagai pilar strategis 2022”, ujar Febrio pada Rabu (10/11/2021).
Menurutnya, G20 merupakan forum strategis untuk membahas penyelesaian berbagai tantangan ekonomi, keuangan, dan pembangunan global. Oleh karena itu, setiap isu yang terkait tantangan tersebut perlu masuk dalam agenda pembahasan G20.
Jalur keuangan dalam pertemuan G20 pada 2022 akan diarahkan kepada ambisi dan aksi global untuk pulih bersama dan investasi untuk masa depan yang lebih kuat. Terkait hal tersebut, menurut Febrio, pemerintah akan fokus membahas tiga tantangan utama dalam konferensi besok.
Pertama, yakni transformasi digital untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Febrio, pandemi Covid-19 meningkatkan kesadaran bahwa infrastruktur digital sangat penting dalam ketahanan ekonomi global dan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan global di masa depan.
Baca Juga
"Infrastruktur digital dinilai akan memiliki kontribusi strategis sebagai penggerak dalam mempercepat pemulihan ekonomi dan mengatasi ketimpangan global akibat kesenjangan digital. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk mendorong investasi, meningkatkan sumber daya pembiayaan, dan menyepakati prinsip-prinsip regulasi infrastruktur digital," ujarnya.
Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) pasca pandemi Covid-19. Menurut Febrio, pandemi menyebabkan gangguan ekonomi global yang mendalam, baik di sisi produksi dan konsumsi, yang terlihat dari penurunan produktivitas dunia usaha serta permintaan barang dan jasa masyarakat, lalu adanyapeningkatan kebutuhan perlindungan sosial.
"Tentu gangguan ini berdampak pada tingkat pengangguran yang tinggi dan rendahnya investasi serta produktivitas. Jika tidak ditangani dengan benar dan tepat waktu, maka dampak tersebut akan meninggalkan bekas luka jangka panjang dan menghambat jalan menuju pertumbuhan ekonomi yang kuat dan tangguh di masa depan," ujar Febrio.
Ketiga, keuangan berkelanjutan dalam rangka mendorong pertumbuhan yang inklusif. Pemerintah Indonesia dan negara lain di dunia melihat bahwa pertumbuhan ke depan tidak hanya harus tangguh, tetapi juga harus berkelanjutan.
Oleh karena itu, menurut Febrio, kebijakan fiskal dan sektor keuangan harus dapat memainkan peran penting dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon. Upaya mencapai transisi yang lebih hijau dapat melalui mobilisasi pembiayaan berkelanjutan.
"Sebagian besar negara telah mengeluarkan stimulus fiskal untuk mengatasi krisis kesehatan dan sosial serta menghidupkan kembali perekonomian. Namun, untuk mencegah krisis di masa depan, stimulus fiskal juga harus diarahkan untuk mendukung ekonomi yang lebih hijau," ujar Febrio.