Bisnis.com, JAKARTA - Industri petrokimia nasional tetap tumbuh positif di tengah pandemi Covid- 19. Bahkan tingkat utilisasi industri mencapai 95 persen. Hal ini terjadi karena industri petrokimia nasional selama pandemi, termasuk produk petrokimia dari PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro Group) mampu mensubstitusi produk impor. Seperti diketahui, sebanyak 55 persen bahan baku produk petrokimia masih impor.
Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), ketika dihubungi, Selasa (30/3/2021) menjelaskan, dampak pandemi terhadap industri petrokimia, hanya terjadi pada 3 bulan pertama, setelah itu industri mampu recovery. Bahkan, kontrak-kontrak ekspor yang terkendala akibat pandemi, di banyak negara terjadi lock down, dialihkan untuk memenuhi lonjakan permintaan di dalam negeri, terutama bahan baku untuk menunjang berbagai produk alat kesehatan, hingga produk kemasan.
Belum lagi, pada akhir tahun lalu terjadi kelangkaan kontainer, alhasil industri petrokimia di dalam negeri menjadi primadona.
“Seiring demand tinggi, supply bagus, kemudian impor berkurang membuat delta P (selisih harga produk dengan harga bahan baku) semakin bagus. Di awal tahun ini, biasanya ada siklus turun jelang Imlek, ini turun hanya seminggu lalu naik kembali. Delta P makin lebar, bukti demand dalam negeri meningkat, dan menunjukkan pemulihan,“ ujar Fajar.
Sejumlah proyek besar industri petrokimia yang tadinya diproyeksikan akan mengalami penundaan dalam jangka panjang, hanya mundur 1-2 tahun. Seperti pengembangan Chandra Asri 2 yang rencana operasi pada 2024 hanya mundur ke 2026.
Kemudian untuk Lotte yang tadinya pabrik nafta cracker dipending, pada awal tahun ini dipastikan akan jalan lagi, dan mulai operasi 2026.
Baca Juga
“TubanPetro juga sudah mendapatkan kepastian untuk pengembangan TPPI dan Polytama, dimana target beroperasi pada 2024, ini harus dikawal, jangan mundur lagi. Apalagi pabrikan lain beroperasi di 2026. Karena itu perlu sekali kepastian, dukungan, di top manajemen agar bisa running penuh pada 2024. Kendala hal hal sifatnya non teknis administrasi diharapkan bisa dirampungkan,” tegas Fajar.
Diharapkan, pada triwulan pertama tahun ini sudah dimulai tahap-tahap awal pelaksanaan proyek. Jika mundur lagi di pertengahan tahun, lalu groundbreaking baru awal 2022, antrean untuk Engineering-Procurement-Construction (EPC) akan makin lama. Dari biasanya 36 bulan bisa menjadi 48 bulan. Karena itu, semua pihak perlu mengawal, agar berbagai pengembangan di TubanPetro Group bisa berjalan sesuai jadwal.
Fajar mengingatkan, saat ini negara lain juga meningkatkan kapasitas produksi, seperti China dan Amerika Serikat. Adapun Malaysia, melalui Petronas saat ini masih terkendala.
Karena itu, perlu memanfaatkan peluang pasar di dalam negeri yang terus tumbuh bagus agar jangan sampai diambil oleh pemain luar negeri.
“Kuncinya sekarang siapa duluan membangun pabrik, duluan jadi, itu akan mampu mengambil peluang lebih banyak, dari pasar besar di Indonesia,” ujar Fajar.
Apalagi, presiden sudah mewanti-wanti untuk benar benar memilih produk dalam negeri, ‘tidak memprioritaskan’ produk impor sehingga memberikan gaung bagi industri dalam negeri bisa bergerak lebih cepat agar impor produk bahan baku petrokimia bisa dikurangi.
Saat ini, asosiasi juga sudah siapkan non tarif barrier untuk antisipasi, kemudian memagari dengan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Misal untuk pengadaan barang jasa yang dibiayai APBN, kandungan TKDN harus tinggi.
Masalah TKDN juga menjadi perhatian TubanPetro. Saat ini TKDN Polytama, misalnya sudah 80 persen lebih sehingga jadi prioritas di Kementerian Lembaga. Dengan demikian bisa memasok bahan baku untuk memproduksi karung di industri semen, pupuk, dan lainnya.
Kemudian produk-produk TubanPetro Group bisa digunakan di infrastruktur terutama pipa, alat medis, produk higienis, injeksi, hingga kebutuhan alat infus.
“Jadi, market masih menjanjikan selama perusahan industri mampu melakukan penetrasi dan membuat market mana yang menjadi fokus,” tegasnya.
Direktur Utama TubanPetro Sukriyanto menyampaikan, selama pandemi kinerja PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro) tetap tumbuh seiring dengan kenaikan permintaan dari pasar dalam negeri.
Sukriyanto menegaskan, kemampuan perusahaan untuk mengembangkan bisnis di tengah Covid-19 menjadi bukti bahwa kebijakan restrukturisasi terhadap TubanPetro yang dilakukan Pemerintah bersama Pertamina merupakan langkah tepat. Kini, TubanPetro konsisten melakukan perluasan kapasitas produksi di anak usaha.
Perusahaan optimistis bisnis petrokimia ke depan akan tetap cerah. Apalagi di tengah Covid-19, berbagai produk alat kesehatan yang notabene memerlukan berbagai bahan baku dari petrokimia, dari sisi permintaan dan kebutuhan industri terus tumbuh. Seperti kebutuhan untuk produk alat kesehatan, obat-obatan, hingga masker medis.
“Kebutuhan terhadap produk petrokimia di tengah Covid-19 tidak berkurang. Di berbagai anak usaha, penjualan produk petrokimia kami juga tetap tumbuh. Selama pandemi, kapasitas produksi di anak usaha, tidak ada pengurangan sama sekali, bahkan tumbuh,” tegas Sukriyanto.
Ke depan, TubanPetro akan mengintegrasikan kilang aromatik dengan olefin dan downstream agar lebih efisien dan kompetitif. Hal ini dilakukan untuk menaikkan pendapatan perusahaan dan memenuhi kebutuhan domestik paraxylene serta menurunkan impor.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengamini, selama pandemi kinerja perusahaan yang memproduksi bahan baku petrokimia memang tetap tumbuh mengingat sangat dibutuhkan sebagai bahan baku berbagai industri.
“Ketika pandemi industri dalam negeri juga mampu memenuhi permintaan yang melonjak,” ucap Fahmy.
Karena itu, agar produk petrokimia dalam negeri bisa menjadi tuan rumah, berbagai kilang minyak yang ada harus terintegrasi. Tidak hanya mengolah BBM standard Euro-4, tetapi juga menghasilkan produk petrokimia.
Dia menilai, posisi TubanPetro yang sudah menjadi bagian Pertamina dan tergabung dalam group usaha Kilang Pertamina International (KPI), harus dioptimalkan, utamanya untuk sektor petrokimia. Sehingga bisa menekan impor petrokimia dalam jumlah besar.
Apalagi desain awal memang untuk produk-produk aromatik yang mampu mendukung industri lain. Berbagai perluasan kapasitas produksi anak usaha TubanPetro dapat segera dijalankan dan selesai tepat waktu sehingga dalam jangka panjang akan turut mengurangi ketergantungan industri dalam negeri terhadap bahan baku produk petrokimia dari luar.
“TubanPetro harus menjadi backbone industri petrokimia di Indonesia, yang prospektif dalam jangka panjang dan memiliki kinerja baik,” tegasnya.