Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Penerimaan Pajak 2020 di Bawah 90 Persen, Enam Faktor Ini Penyebabnya

Dari enam faktor ini, dua faktor di antaranya yang paling mempengaruhi yakni penyebaran Covid-19 di daerah dan kontraksi ekonomi Indonesia akibat pandemi.
Wajib pajak memasuki kantor pelayanan pajak, di Jakarta, Selasa (23/2/2017)./Reuters-Fatima Elkarim
Wajib pajak memasuki kantor pelayanan pajak, di Jakarta, Selasa (23/2/2017)./Reuters-Fatima Elkarim

Bisnis.com, JAKARTA - Hingga akhir tahun 2020, realisasi penerimaan pajak tercatat hanya sebesar Rp1.069,98 triliun, meleset dari target yang ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar Rp1.198,82 triliun.

“Dengan trajectory realisasi triwulan IV/2020 ditargetkan sebesar 100 persen, maka untuk triwulan IV/2020 capaian IKU [indeks kinerja utama] persentase realisasi penerimaan pajak adalah 89,25 persen,” tulis Laporan Kinerja DJP 2020.

Berdasarkan laporan tersebut, penerimaan pajak sampai dengan triwulan IV/2020 ditopang oleh penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang berkontribusi sebesar Rp560,67 triliun atau 52,41 persen.

Selanjutnya, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp448.39 triliun atau 41,91 dari total penerimaan. 

Sementara itu, PPh Migas Rp33,18 triliun atau 3,10 persen. Sedangkan pajak bumi bangunan dan pajak lainnya berkontribusi sebesar Rp27,73 triliun atau 2,59 persen.

Bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 19,71 persen. 

Hal tersebut tidak lepas dari masih melambatnya perekonomian Indonesia dan transaksi perdagangan internasional akibat pandemi Covid-19.

Di sisi lain, penerimaan beberapa jenis pajak seperti PPh pasal 21, PPh pasal 22 Impor, PPh pasal 25/29 dan PPN dalam negeri cukup terpengaruh efek pemberian fasilitas perpajakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

Faktor eksternal yang mempengaruhi capaian penerimaan pajak pada 2020, yakni pandemi dan masih berlanjutnya perang dagang. Alhasil, perekonomian global masih mengalami kontraksi.

Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada level kontraksi. Namun demikian, kebijakan tersebut memiliki efek samping negatif terhadap produktivitas ekonomi dan tingkat konsumsi.

Ketiga, penyebaran Covid-19 di beberapa daerah lain juga masih belum melandai. Akibatnya, konsumsi dalam negeri masih terus mengalami perlambatan.

Keempat, komoditas energi mengalami tekanan yang cukup signifikan sepanjang tahun 2020, dengan pelemahan harga dan oversupply, baik akibat pandemi Covid-19 maupun konflik geopolitik.

Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi, pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan insentif perpajakan untuk wajib pajak.

Keenam, restitusi sampai dengan triwulan IV/2020 sebesar Rp172,21 triliun,” tulis laporan tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper