Bisnis.com, JAKARTA – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) meyakini sektor perumahan terutama untuk segmen menengah ke bawah akan kembali membaik.
Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengatakan salah satu faktor yang membuat segmen menengah ke bawah ini kondisi akan membaik karena fokus pemerintah tahun depan dengan menaikkan anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi Rp18 triliun untuk 157.500 unit rumah.
"Alokasi anggaran perumahan yang terus meningkat, FLPP ini menjadi stimulus sektor properti bangkit tahun depan terutama untuk rumah menengah ke bawah," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (22/12/2020).
Namun demikian, perlu ada kemudahan masyarakat ke bawah untuk mendapatkan pembiayaan perumahan. Salah satu yang diperlukan dengan menunda angsuran untuk realisasi KPR baru selama 6 bulan.
"Ini agar masyarakat membeli properti sehingga butuh stimulus. Saat ini untuk masyarakat menengah bawah yang dibutuhkan atau yang diutamakan bukan rumah karena masih banyak PHK dan yang dipotong gajinya," tutur Totok.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan selama ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan perumahan lebih banyak didorong untuk demand side. Alokasi anggaran untuk pembiayaan perumahan terus meningkat dan pada 2021 dialokasikan Rp26,47 triliun.
"Anggaran untuk perumahan terus meningkat, pada 2018 sebesar Rp9,18 triliun, 2019 naik jadi Rp11,52 triliun, 2020 Rp17,94 triliun, dan pada 2021 Rp26,47 triliun," tuturnya.
Adapun perincian anggaran perumahan tahun depan Rp26,47 triliun tersebut akan digunakan untuk dana bergulir FLPP Rp16,62 triliun, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) Rp630 miliar, subsidi kredit selisih bunga Rp5,97 triliun, Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk PT SMF (Sarana Multigriya Finansial) sebesar Rp1,25 triliun, dan Dana Alokasi Khusus Fisik (DAKF) perumahan Rp1 triliun.
Dia tak memungkiri perlunya intervensi langsung untuk mengurangi backlog atau defisit perumahan. Saat ini angka backlog kepemilikan rumah sebesar 11,4 juta orang, sedangkan backlog keterhunian sebesar 7,6 juta orang.
"Hal ini perlu intervensi langsung dari pemerintah khususnya rumah tangga miskin dan MBR [masyarakat berpenghasilan rendah]," ucapnya.
Sektor properti terutama perumahan merupakan sektor yang strategis memiliki keterkaitan dimensi ekonomi, keuangan, sosial, sehingga perlu didesain skema intervensi yang efektif. "Sektor properti dampaknya ke 174 sektor lainnya," ucapnya.
Adapun pemerintah menargetkan rumah tangga yang menempati hunian yang layak dan terjangkau pada 2024 mencapai 70 persen dari yang pada 2019 sebesar 56,5 persen.
Andin menuturkan framework program kebijakan fiskal untuk sektor perumahan yakni dengan mendorong ketersediaan rumah, meningkatkan akses pembiayaan, harga yang terjangkau bantuan uang muka dan harga rendah, program berkelanjutan sehingga dampak fiskalnya bisa terkendali.
"Yang kami lakukan untuk pendapatan ada insentif fiskal berupa fasilitas perpajakan pembebasan PPn untuk rumah level tertentu. Dari sisi belanja ada subsidi selisih bunga, subsidi bantuan uang muka, bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan, bantuan stimulan perumahan swadaya, DAK Fisik. Dari sisi pembiayaan berupa dana bergulir FLPP, PMN ke PT SMF, dan implementasi Tapera," tutur Andin.