Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KSPI: JKP Hanya Program Pemanis Bibir

Dalam RUU Cipta Kerja, penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali JKP, sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.
Sejumlah buruh mengikuti aksi mogok kerja di halaman PT Panarub Industry, Kota Tangerang, Banten, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja tersebut sebagai bentuk kekecewaan buruh atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan kaum buruh. ANTARA FOTO/Fauzan
Sejumlah buruh mengikuti aksi mogok kerja di halaman PT Panarub Industry, Kota Tangerang, Banten, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja tersebut sebagai bentuk kekecewaan buruh atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan kaum buruh. ANTARA FOTO/Fauzan

Bisnis.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menilai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) merupakan program pemanis bibir agar buruh dan tenaga kerja bisa menerima dengan lapang Undang-Undang Cipta Kerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pesangon PHK diatur maksimal hingga 32 kali upah.

Sedangkan, dalam RUU Cipta Kerja, penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali JKP, sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.

“Pertanyaannya, iurannya siapa yang bayar. Kalau dibilang pemerintah, berarti pemerintah yang JKP Pesangon akan diambil dari APBN dan ini tidak akan bisa jalan, undang-undang ini terkesan basa-basi,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (6/10/2020).

Lebih lanjut, dia juga mengkritisi bila sumber dana JKP dipungut kembali melalui iuran yang diberatkan pada buruh.

Menurutnya, UU Cipta Kerja adalah aturan yang tidak bisa dijalankan karena selama ini pengusaha yang dapat membayar pesangon hanya berjumlah 27 persen dan sisanya tidak bisa membayar pesangon. Hal ini yang membuat JKP menjadi tidak masuk akal.

“Karyawan kontrak dan outsourcing sudah diupah murah, dikontrak seenaknya, dan sekarang harus disuruh untuk membayar lagi iuran untuk pesangon mereka. Tentu ini merugikan pekerja sekali, tidak ada keuntungan buat pekerja,” katanya.

Said pun mengatakan bahwa skema ini tidak memiliki keuntungan sama sekali bagi pekerja, bahkan dari tidak bisa mendorong daya beli masyarakat.

“Tidak bisa [mendongkrak daya beli]. Bahkan, JKP pesangon akan membuat bangkrut BPJS ketenagakerjaan. Bahaya, penerima bantuan iuran [PBI] di BPJS Kesehatan saja kan bangkrut, BPJS tidak bisa bayar rumah sakit dan akhirnya menaikkan iuran,” katanya.

Dia menyarankan bahwa agar pemerintah kembali pada UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur ketentuan pemberian pesangon 32 kali upah.

“Adapun kalau mau bikin pesangon untuk diserahkan ke pihak ketiga bisa membuat asuransi sosial cadangan pesangon, itu lebih jelas,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper