Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha tambang mineral dan batu bara menyebutkan perubahan nilai kompensasi dan data informasi (KDI) tak serta merta dapat menarik minat untuk melakukan eksplorasi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara (APBI) Hendra Sinadia mengapreisasi upaya pemerintah dalam merevisi KDI guna mendorong minat eksplorasi. Namun, perubahan formula KDI tidak serta merta dapat menarik minat untuk eksplorasi.
Menurutnya, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Bagi investor di komoditas batu bara tentu harus mempertimbangkan outlook batu bara untuk 10 tahun hingga 20 tahun mendatang.
"Juga outlook harga jadi pertimbangan dalam melakukan eksplorasi," ujarnya kepada Bisnis, Senin (20/4/2020).
Selain itu, kepastian investasi jangka panjang termasuk kepastian hukum dan perizinan dari kehutanan salah satu faktor penting.
Oleh karena itu, kelanjutan investasi usaha dari pemegang Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) juga menjadi dasar pertimbangan bagi perusahaan investor untuk eksplorasi di sektor pertambangan batu bara.
Baca Juga
"Ini eksplorasi risikonya tinggi sekali, success ratio kurang dari 3 persen, dana besar untuk eksplorasi," kata Hendra.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menuturkan eksplorasi masih sulit dilakukan oleh perusahaan tambang nikel. Hal ini dikarenakan biaya eksplorasi membutuhkan dana yang besar.
"Untuk eksplorasi sangat sulit karena biayanya mahal banget. Boro-boro untuk eksplorasi, jual bijih nikel ke smelter karena ekspor dilarang, ini untung aja enggak," ucapnya.