Bisnis.com, JAKARTA — Eramet Indonesia mengungkapkan sejumlah tantangan berinvestasi di sektor mineral khususnya nikel di Tanah Air. Tantangan itu pun disebut membuat investor asing lain merasa gentar menanamkan modal di Indonesia.
CEO Eramet Indonesia Jerome Baudelet menuturkan, bagi perusahaan asing berinvestasi di Indonesia bukan hal mudah. Dia menyebut, regulasi yang rumit dan kekayaan biodiversitas yang harus dijaga acap kali menjadi faktor yang membuat investor asing merasa khawatir.
"Ketika Anda berpikir tentang Indonesia, terutama sebagai perusahaan asing, beberapa orang merasa takut. Mereka merasa bahwa beroperasi di Indonesia itu rumit, lingkungannya sulit, dan harus berurusan dengan pemerintah," ucap Jerome di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Kendati, dia mengatakan keadaan di Indonesia masih jauh lebih baik dibanding iklim investasi di negara lain.
Terkait regulasi yang rumit, Jerome menyebut bahwa kenaikan tarif royalti cukup membuat investor kerepotan. Adapun kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Beleid itu menetapkan skema tarif progresif berdasarkan Harga Mineral Acuan (HMA), termasuk untuk nikel, mangan, dan tembaga.
Khusus untuk bijih nikel, tarif royalti ditetapkan 14% jika harga di bawah US$18.000 per ton. Kemudian, naik menjadi 19% jika harga menembus di atas US$31.000 per ton.
Menurut Jerome, penerapan kebijakan baru itu dilakukan pada waktu yang kurang tepat. Sebab, pelaku industri sedang dalam masa sulit.
"Menurut saya, hal itu bagus untuk meningkatkan pendapatan pemerintah. Satu-satunya poin adalah waktunya tidak tepat. Hal ini terjadi ketika industri sedang menderita," katanya.
Jerome pun menyinggung soal rencana penerapan penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang kembali berubah dari 3 tahun sekali menjadi 1 tahun sekali.
Ini seiring wacana revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.
"RKAB direvisi lagi menjadi satu tahun. Jadi ya, kami menerimanya tentu saja. Namun kesulitannya adalah hal ini menyulitkan dalam perencanaan," ucapnya.
Lebih lanjut, Jerome juga menyoroti perkembangan industri nikel yang dinilai terlalu cepat membangun fasilitas pemurnian alias smelter. Adapun smelter itu baik Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) maupun High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Menurut Jerome, masifnya pembangunan smelter membuat kelebihan pasokan produk turunan nikel. Alhasil, harga produk pun turun.
“Saat ini harga produk pemurnian di Indonesia menurun dan profitabilitas smelter, baik RKEF maupun HPAL, menjadi sangat sulit,” imbuhnya.
Jerome menilai bahwa situasi tersebut menekan pemilik smelter, meski bagi perusahaan tambang justru menguntungkan karena serapan bijih tetap tinggi.
Namun, dia menegaskan bahwa kondisi itu bersifat siklus. Dengan kata lain, pada akhirnya pasar akan kembali menyerap seiring meningkatnya permintaan produk turunan nikel.
"Hal ini sedikit menyulitkan bagi orang-orang yang telah berinvestasi dalam operasi smelter. Hal lain yang terkadang agak merepotkan adalah perubahan kebijakan," katanya.
Tantangan Investasi Nikel di Indonesia, Eramet: Regulasi hingga Tarif Royalti
Eramet Indonesia mengungkap tantangan investasi nikel di Indonesia, seperti regulasi rumit dan tarif royalti tinggi, yang menakutkan investor asing.

Ringkasan Berita
- Eramet Indonesia menghadapi tantangan investasi di sektor nikel Indonesia, terutama karena regulasi yang rumit dan tarif royalti yang tinggi.
- Kenaikan tarif royalti berdasarkan Harga Mineral Acuan (HMA) dinilai memberatkan investor, terutama di tengah kondisi industri yang sedang sulit.
- Pembangunan smelter yang masif menyebabkan kelebihan pasokan produk turunan nikel, menurunkan harga produk dan menyulitkan profitabilitas smelter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M Ryan Hidayatullah
Editor : Leo Dwi Jatmiko