Bisnis.com, JAKARTA - PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengaku hingga saat ini masih ada ketidakjelasan terkait kegiatan pengeboran untuk mengatasi penurunan produksi Blok Rokan yang masuk tahap transisi.
Presiden Direktur CPI Albert Simanjuntak mengakui pengeboran harus terus dilakukan untuk mencegah adanya natural decline pada lifting Blok Rokan. Selain itu, juga perlu dilakukan secondary recovery water plug di sejumlah lapangan lain untuk menahan laju penurunan.
Hanya saja, saat ini yang menjadi fokus utama dalam transisi kelola Blok Rokan adalah karyawan yang melakukan operasi.
"Kami sangat memfokuskan transisi dengan Pertamina, fokus utama adalah karyawan bagaimana mereka semua menjaga jangan sampai ada gangguan produksi," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dengan 10 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), Senin (20/1/2020).
Menurutnya, terkait pengeboran, Chevron memang sudah tidak lagi melakukan drilling karena dinilai tidak ekonomis di tengah masa transisi. Ada sejumlah opsi yang bisa dilakukan untuk melakukan drilling tersebut.
Pertama, Chevron mendanai sekaligus melakukan pengeboran. Kedua, Chevron melakukan pengeboran yang sumber pendanaannya berasal dari Pertamina. Ketiga, pendanaan maupun pengeboran dilakukan oleh Pertamina.
"Masih belum ditemukan [pilihan], kami sekarang masih kerja sama dengan Pertamina dengan SKK migas. Harapan kami seperti yang sudah disebutkan, kepentingan kami juga adalah reputasi ke depan untuk jaga produksi Rokan jangan drop," sebutnya.
Menurutnya, data metode perolehan minyak tahap lanjut atau enhanced oil recovery (EOR) yang dilakukan Chevron pada Blok Rokan juga sudah diberikan kepada pemerintah.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengaku salah satu opsi yang dipilih dalam transisi Blok Rokan adalah Pertamina mengajukan program pengeboran tetapi dilakukan oleh Chevron.
"Nanti kami yang membayar, rencananya ada 20 sumur. Mekanismenya seperti apa, ini yang sedang dibicarakan," katanya.