Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah ekonom memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2019 akan tetap defisit. Belum pulihnya sektor komoditas menjadi salah satu faktor utama.
Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjadja memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2019 akan defisit di kisaranUS$650 juta hingga US$700 juta. Angka impor dan ekspor juga diproyeksikan akan terkontraksi masing-masing 5 persen dan 4 persen.
"Penurunan angka defisit ini lebih disebabkan ke aktivitas ekonomi yang mulai melambat di akhir tahun lalu,” katanya saat dihubungi di Jakarta pada Senin (13/1/2020).
Menurut Enrico, salah satu penyebab masih defisitnya neraca perdagangan adalah belum pulihnya ekspor komoditas sepanjang tahun 2019. Hal tersebut terlihat dari penerimaan pajak dari sektor pertambangan yang melemah hingga 19 persen.
Selain itu, kinerja impor sementara juga masih lemah yang konsisten dengan ekspektasi masih rapuhnya perbaikan pertumbuhan ekonomi.
Kendati masih defisit, Enrico memperkirakan perbaikan penerimaan akan terjadi merata pada seluruh sektor pada tahun ini. Salah satu sektor yang diprediksi akan membaik adalah agrikultur yang didukung oleh membaiknya kinerja minyak kelapa sawit.
Sentimen senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal. Ia memperkirakan defisit neraca perdagangan akan berada di kisaran US$700 juta. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan sepanjang 2019 akan berjumlah sekitar US$4 miliar.
Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan pada tahun 2018 yang mencapai US$8,7 miliar. Faisal mengatakan, penyempitan defisit ini bukan disebabkan oleh peningkatan ekspor, melainkan lebih pada perbaikan sejumlah faktor yang belum sehat.
“Ekspornya mengalami kontraksi, tetapi nilai impor mengalami penurunan yang lebih dalam,” jelasnya.
Selain itu, kontraksi impor yang lebih dalam juga disebabkan oleh impor di sejumlah golongan seperti bahan baku dan bahan penolong yang merosot lebih tajam dibanding sektor-sektor lainnya.
Dari sisi migas, neraca perdagangan cukup terbantu dengan harga minyak dunia yang cukup stabil. Hal ini berbeda jauh bila dibandingkan dengan harga minyak dunia pada 2018 yang fluktuasinya sangat tinggi.
“Harga minyak yang relatif stabil turut membantu penyempitan defisit neraca perdagangan Indonesia pada 2019,” imbuhnya.
Secara terpisah, Bank Indonesia mengemukakan optimismenya terhadap nilai neraca perdagangan Desember 2019 yang akan positif. Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, kepercayaan ini didasarkan oleh perbaikan pada sejumlah faktor eksternal.
Sebelumnya, neraca perdagangan pada November 2019 tercatat mengalami defisit sebesar US$1,33 miliar. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit tersebut sejalan dengan kinerja impor November 2019 yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja ekspor November 2019.
"Secara total kinerja impor November 2019 mencapai US$15,34 miliar sehingga kalau dibandingkan dengan kinerja ekspor, terjadi defisit sebesar US$1,33 miliar," katanya, Senin (16/12/2019) lalu.
Kinerja impor November tercatat naik sebesar 3,94 persen dibandingkan dengan Oktober 2019. Sementara itu, kinerja ekspor pada November 2019 tercatat US$14,01 miliar atau turun 6,17 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Penyebab turunnya ekspor disumbang oleh ekspor nonmigas turun 7,92 persen dari US$14,01 miliar pada Oktober 2019 menjadi US$12,90 miliar pada November 2019. Sementara itu, untuk ekspor migas masih mengalami peningkatan sebesar 20,66 persen dari US$0,92 miliar pada Oktober 2019 menjadi US$1,11 miliar pada November 2019.
Kinerja ekspor November 2019 juga mengalami penurunan sebesar 5,67 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2019 sebesar US$14,85 miliar.