Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan penerapan pembatasan merek (brand restriction) dan kemasan polos (plain packaging) di Indonesia berpotensi membuat produk ilegal marak beredar di pasaran.
Sekretaris Umum Apindo Eddy Hussy mengatakan pembatasan merek dan kemasan polos akan membatasi ruang gerak pengusaha serta dapat membawa dampak buruk bagi produk legal.
"Dampak buruknya bisa mulai dari pemboncengan reputasi, pemalsuan, hingga akan maraknya produk-produk ilegal," ucapnya dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2019).
Eddy juga menilai kebijakan itu dapat mematikan produk dengan ekuitas merek rendah serta produk baru. Produk dengan ekuitas rendah itu bakal kesulitan bersaing dengan merek yang sudah ada.
Business Development Director Indonesia Packaging Ariana Susanti menambahkan kebijakan itu dapat berdampak pada industri kreatif. Menurut dia, suatu kemasan produk memiliki nilai jual.
"Itu dibutuhkan kreativitas dalam prosesnya. Kemasan juga berkontribusi untuk membangun sebuah sebuah brand," ujar Ariana.
Baca Juga
Dia melanjutkan berdasarkan survei, dalam memilih suatu barang, menarik atau tidaknya sebuah kemasan menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen.
Di sisi lain, Kasubdit Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Direktorat Jenderal (Ditjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian Mogadishu Djati Ertanto menuturkan pihaknya masih melakukan pendalaman terkait kebijakan pembatasan merek dan kemasan polos.
"Segala regulasi betul-betul kami telaah dampaknya, karena mencari sumber pertumbuhan baru juga tidak mudah. Kalau ada regulasi yang memberikan dampak bagi industri tentunya tidak akan luput dari asesmen kami," terangnya.
Penerapan pembatasan merek dan kemasan polos di Indonesia awalnya dibahas untuk produk rokok. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Dalam PP itu, yang kini sedang dalam proses revisi, produsen produk tembakau diwajibkan mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40 persen dari kemasan.
Dilansir dari Tempo, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menyampaikan revisi PP 109 awalnya memang difokuskan pada kenaikan komposisi gambar dari 40 persen menjadi 90 persen.
Namun, dalam proses pembahasan terdapat masukan dari kementerian dan lembaga untuk menambahkan substansi lain yang berkaitan dengan perlindungan ibu hamil dan anak hingga efektivitas pengawasan dan rokok elektronik.
"Pembahasan RPP tersebut sampai dengan saat ini sudah dalam tahap Pembahasan Antar Kementrian (PAK)," terangnya, Rabu (2/10).