Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembatasan Merek dan Kemasan Polos Dikhawatirkan Tabrak UU Konsumen

Saat ini, ada wacana pemberlakukan pembatasan merek dan kemasan polos atas produk makanan dan minuman.
Pekerja menyusun aneka jenis minuman kaleng di salah satu grosir penjual makanan dan minuman kemasan di Pekanbaru, Riau, Senin (12/6)./Antara-Rony Muharrman
Pekerja menyusun aneka jenis minuman kaleng di salah satu grosir penjual makanan dan minuman kemasan di Pekanbaru, Riau, Senin (12/6)./Antara-Rony Muharrman

Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) mengaku khawatir wacana pembatasan merek (brand restriction) dan kemasan polos (plain packaging) untuk produk makanan dan minuman di Indonesia dapat bertrabakan dengan aturan yang ada.

Ketua Komite Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gapmmi Doni Wibisoni mengatakan aturan yang ditabrak apabila kebijakan itu diberlakukan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 8 regulasi itu menyebutkan bahwa pengusaha dilarang untuk memproduksi barang tanpa label kedaluwarsa.

Beleid lain yang juga berkaitan adalah UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam UU itu diatur bahwa produk pangan wajib mencantumkan label pangan yang memuat sejumlah informasi, di antaranya nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, hingga asal-usul bahan pangan tertentu.

"Kalau di produk mamin ini agak aneh karena kemasan dan label di makanan dan minuman (mamin) adalah informasi untuk konsumen. Ini ada label nutrisi, komposisi, bahkan sertifikasi. Jadi kemasan polos tidak mungkin sebab masuk ke UU Konsumen," paparnya dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2019).

Oleh karena itu, Doni berharap kemasan produk mamin tak dibuat polos. Pasalnya, konsumen justru makin pintar dengan membaca label yang ada di kemasan produk.

"Kalau ini dihilangkan, gimana mereka dapat informasi yang dibutuhkan?" tuturnya.

Selain itu, upaya membangun citra sebuah produk salah satunya dilakukan melalui kemasan. Regulator pun diharapkan menjelaskan secara terperinci mengenai pembatasan yang dimaksud.

"Enggak murah [membangun brand] sampai bisa jadi top of mindenggak murah dan sebentar," ujar Doni.

Penerapan pembatasan merek dan kemasan polos di Indonesia awalnya dibahas untuk produk rokok. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Dalam PP itu, yang kini sedang dalam proses revisi, produsen produk tembakau diwajibkan mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40 persen dari kemasan.

Dilansir dari Tempo, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menyampaikan revisi PP 109 awalnya memang difokuskan pada kenaikan komposisi gambar dari 40 persen menjadi 90 persen. Namun, dalam proses pembahasan terdapat masukan dari kementerian dan lembaga untuk menambahkan substansi lain yang berkaitan dengan perlindungan ibu hamil dan anak hingga efektivitas pengawasan dan rokok elektronik.

"Pembahasan RPP tersebut sampai dengan saat ini sudah dalam tahap Pembahasan Antar Kementrian (PAK)," terangnya, Rabu (2/10).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper