Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan akan merevisi kembali Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 29/2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
Permendag tersebut belakangan ini memicu polemik di tengah masyarakat, lantaran menghilangkan pasal yang mewajibkan dan mengatur pencantuman label pada kemasan produk hewan impor, termasuk diantaranya label halal.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, Kemendag saat ini tengah menyiapkan beleid baru yang akan memberikan penegasan bahwa produk daging impor yang masuk ke Indonesia harus memenuhi persyaratan halal lewat penambahan pasal baru.
“Akan segera kami siapkan satu pasal [tambahan], agar tak ada lagi kekisruhan [di tengah masyarakat],” katanya di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Dia menjelaskan, selama ini produk daging impor yang akan masuk ke Indonesia terlebih dahulu harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Adapun, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah adanya jaminan mengenai status kehalalan.
Rekomendasi impor produk hewan diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 34/2016 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Beleid tersebut tercatat telah mengalami revisi sebanyak satu kali melalui Permentan No. 23/2018.
Baca Juga
Wisnu menyebut, pasal yang mewajibkan dan mengatur pencantuman label pada kemasan produk hewan impor dihilangkan lantaran tumpang tindih dengan regulasi lain yang secara khusus mengatur perdagangan produk hewan di Tanah Air.
Adapun regulasi yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, Peraturan Pemerintah (PP) No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan.
Wisnu juga menegaskan, penerbitan Permendag 29/2019 tak ada kaitannya dengan kekalahan Indonesia dalam sengketa perdagangan nomor DS484 dengan Brasil terkait hambatan impor produk ayam. Dia menyebut, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) tidak mempermasalahkan persyaratan halal yang diminta oleh suatu negara.
KONTROVERSIAL
Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid menyebut, Permendag No.29/2019 merupakan beleid paling kontroversial yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Pasalnya, beleid tersebut dinilai telah mencederai masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
“Mendag sudah sering mengeluarkan kebijakan kontroversial, terutama soal impor pangan. Namun, untuk kali ini benar-benar sembrono karena bukan lagi bicara kerugian bagi petani atau masyarakat. Ini menyangkut status halal yang jadi hal paling dasar bagi mayoritas masyarakat Indonesia,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (16/9/2019) malam.
Untuk itu, Abdul meminta Presiden Joko Widodo memberikan teguran keras terhadap Mendag yang dinilai gegabah dalam mengeluarkan suatu kebijakan. Menurutnya, dikeluarkannya Permendag No. 29/2019 kian mencoreng pemerintah yang saat ini sedang diterpa serangkaian masalah terkait dengan kebijakan pangan.
“Ini jelas mencoreng pemerintahan, harus ada ketegasan. Kami pun demikian, kami tak ingin kecolongan pada akhir masa jabatan kami yang akan berakhir sebentar lagi [Oktober 2019],” ujarnya.
Senada dengan Abdul, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai dihapusnya pasal yang mengatur tentang yang mewajibkan dan mengatur pencantuman label pada kemasan produk hewan impor Permendag No. 29/2019 merupakan hal yang keliru.
Dia menilai, pasal yang ada pada beleid sebelumnya sudah seharusnya tidak dihapus walaupun tak berkaitan langsung dengan kegiatan ekspor maupun impor hewan dan produk hewan.
“Kesannya gegabah, karena persepsi publik mengenai [penghapusan label produk hewan impor], khususnya [label] halal itu bisa macam-macam atau multitafsir,” katanya kepada Bisnis.com.
Dengan demikian, Trubus mendukung langkah Kemendag yang akan menambah pasal baru pada beleid yang menegaskan kewajiban status halal sebagai persyaratan produk daging dari luar negeri masuk ke Indonesia.
“Sudah tepat jika direvisi oleh Kemendag dan ditambahkan pasal baru sebagai upaya penegasan agar tak ada lagi kekisruhan seperti saat ini [di tengah masyarakat],” tegasnya.
Adapun, Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, Permendag No. 29/2019 cacat hukum lantaran melanggar tiga ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yakni UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No. 41/2014 tentang Perubahan UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"YLKI mendedak agar Permendag No. 20/2019 segera dibatalkan atau minimal direvisi demi menjamin keamanan konsumen saat mengkonsumsi daging dan turunannya. [Selain itu,] demi kepatuhan terhadap produk hukum yang lebih tinggi,” tegasnya.
Tulus menambahkan, apabila mengacu pada UU No. 8/1999 aspek kehalalan merupakan bagian aspek yang tidak bisa dipisahkan dengan masalah keamanan secara umum bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.