Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesian Mining Association menilai penyerapan produk logam setengah jadi hasil pengolahan dan pemurnian dari smelter oleh industri hilir di Indonesia masih rendah.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Djoko Widajatno mencontohkan sudah banyak perusahaan tambang mineral telah berhasil memproduksi barang setengah jadi berupa feronikel (FeNi). Namun, tidak banyak industri yang menyerap barang setengah jadi tersebut menjadi siap pakai, contohnya bahan jarum suntik.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kapasitas produksi (output) industri smelter yang mengolah nikel di Indonesia per tahunnya yakni 109.940 ton nikel (tNi) dalam bentuk nickel pig iron (NPI), 119.282 ton dalam bentuk FeNi, 80.000 ton dalam matte, dan 10.000 ton berupa NiOH. Sementara kebutuhan riil dalam negeri untuk semua produk antara tersebut sebanyak 30.000 tNi.
Dia mengklaim perusahaan tambang mineral di Indonesia sebagian besar telah mampu meningkatkan nilai tambah produk tambang menjadi barang setengah jadi. Hanya saja, nilai jual produk tersebut belum terlalu tinggi karena serapan industri dalam negeri yang masih rendah.
"Nilai tambah sudah dapat kami capai, tetapi nilai jual masih rendah. Kami mimpikan lebih baik kalau ada penyerapan dari industri mobil misalnya," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian ESDM, IMA, dan PT Inalum (Persero) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (8/7/2019).
Menurutnya, industri smelter menanti peran pemerintah dalam mendorong penyerapan produk mineral antara yang dilakukan industri di Indonesia.
Baca Juga
"Kami masih mencari bentuk-bentuk apa yang bisa kita lakukan," katanya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengakui produk setengah jadi hasil pengolahan dan pemurnian melalui smelter belum seluruhnya dapat diserap oleh industri dalam negeri.
Dia mengungkapkan sampai saat ini, smelter tembaga, nikel, dan bauksit sudah mencukupi kebutuhan dalam negeri. Hanya smelter besi yang belum mencukupi.
"Oleh karenanya, diperlukan industri hilir lebih lanjut," katanya.