Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyepakati penyusunan upah khusus untuk industri padat karya pada sektor garmen di empat kabupaten Jawa Barat dalam rapat yang digelar di Kantor Wakil Presiden, Kamis (13/7/2017).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Haryadi Sukamdani berpendapat keputusan tersebut dapat membuat industri padat karya di sektor garmen menjadi lebih kompetitif.
“Kalau upah tidak disesuaikan, kenaikan upahnya besar, industri ini akan tutup. Jumlahnya itu hampir 100.000 karyawan dan mereka 100% untuk keperluan ekspor, bisa dibayangkan kalau tutup,” katanya, di Kantor Wapres, Kamis (13/7/2017).
Haryadi melanjutkan bahwa apabila tidak ada keputusan yang pasti perihal skema upah untuk padat karya, sejumlah pembeli (buyer) dari luar negeri bisa saja membatalkan pesanannya pada pabrik garmen di empat wilayah itu.
“Karena kalau ekspor ini kan buyernya mengharuskan adanya compliance, mengharuskan kepatuhan terhadap aturan. Mereka terikat pada order,” katanya.
Seperti diketahui, implementasi PP No. 78/2015 tentang Pengupahan menggugurkan bentuk pengupahan sebelumnya, seperti upah sektoral dan upah industri padat karya di Jawa Barat. Semua daerah wajib mengikuti penghitungan upah minimum lewat PP ini.
Dampaknya, di empat kabupaten yang pekerjanya dikenakan upah padat karya tersebut mengalami kenaikan upah hingga 30% atau jauh lebih tinggi dari rata-rata industri padat modal yang hanya mengalami kenaikan upah sebesar 8,25%.
Saat ini, terdapat 98 perusahaan garmen dengan tenaga kerja mencapai 967.569 karyawan yang memiliki persoalan upah di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kota Depok.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan telah diputuskan adanya upah khusus untuk sektor garmen yang akan dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur. Saat ini, dia mengatakan pihaknya akan menghitung nilai upah yang sesuai untuk diterapkan.
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta penyusunan upah khusus tersebut dapat segera diselesaikan paling lambat pada bulan ini.
“Sebagian perusahaan ini dari Korea, yang memang maksudnya untuk di ekspor. Mereka bisa tutup perusahaan-perusahaan itu karena jadi sulit bersaing dengan Vietnam atau Thailand,” katanya.