Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menarik pajak sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No.1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mendapat respons dari Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).
Ketua Umum GIPI Hariyadi B. S. Sukamdani menyampaikan, pihaknya akan mengembalikan keputusan tersebut kepada pelaku usaha jasa hiburan, apakah akan mengikuti kebijakan pemprov DKI Jakarta atau mengikuti GIPI untuk membayar pajak hiburan dengan tarif lama, sembari menunggu putusan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Mereka yang paling tahu untuk bertahan itu bagaimana,” kata Hariyadi kepada Bisnis, Senin (19/2/2024).
Hariyadi menegaskan, GIPI berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga pelaku usaha di sektor jasa hiburan dan kesenian agar tidak ‘terbunuh’ akibat adanya kebijakan tersebut.
Dia juga menyatakan siap untuk menghadapi segala bentuk sanksi yang akan dikenakan pemprov DKI Jakarta lantaran tidak mematuhi Perda DKI Jakarta No.1/2024.
“Ya udah, nggak apa-apa, ya dihadapi aja,” ujarnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Hariyadi menyayangkan sikap pemerintah dalam membuat kebijakan. Dia mengatakan, kebijakan tersebut dibuat tanpa mempertimbangkan kondisi di lapangan dan menyalahi aturan yang ada seperti tidak melalui konsultasi publik, tidak ada sosialisasi, hingga tidak memiliki kajian akademik kuat.
Hariyadi menuturkan, kondisi sektor pariwisata saat ini belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19. Jika pemerintah bersikeras untuk menetapkan tarif pajak baru, bukan tidak mungkin akan ada banyak usaha yang gulung tikar akibat tak mampu bertahan dan ribuan pekerja terancam kehilangan pekerjaan.
Bahkan tidak menutup kemungkinan munculnya usaha-usaha ilegal akibat tingginya tarif pajak yang harus dibayar pelaku usaha jasa kesenian dan hiburan.
Sebelumnya, Hariyadi melalui Surat Edaran Nomor 091/DPP GIPI/II/02/2024 tentang Pajak Hiburan mengambil sikap membayar pajak hiburan dengan tarif lama, sembari menunggu putusan uji materiil atas UU HKPD.
Sikap tersebut diambil agar pihaknya dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen.
Kendati begitu, pemprov DKI Jakarta menyatakan tetap memungut pajak sesuai dengan regulasi teranyar, yakni Perda DKI Jakarta No.1/2024.
Pusadatin Bapenda menuturkan, penjualan makanan dan minuman akan dikenakan tarif pajak barang dan jasa tertentu atau PBJT untuk kelab malam, bar, diskotek, dan mandi uap/spa sebesar 40%, sebagaimana tercantum dalam pasal 53 ayat (2) beleid itu.
Untuk tarif PBJT atas makanan dan minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan dipatok sebesar 10% dalam Pasal 53 ayat (1).
Pemprov DKI Jakarta akan mengenakan sanksi kepada pengusaha yang terlambat ataupun lalai dalam pembayaran pajak daerah.
“Sanksi sesuai aturan yang berlaku,” jelas Pusadatin Bapenda kepada Bisnis, Selasa (13/2/2024).