Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Greenpeace: Rapor Industri Pengalengan Tuna RI Belum Hijau

Greenpeace Asia Tenggara mengumumkan dua perusahaan pengalengan tuna Indonesia berperingkat buruk karena sumber bahan baku yang tidak sesuai prinsip keberlanjutan.
Seorang nelayan di Lampuuk, Banda Aceh, memanggul ikan tuna./Reuters-Tarmizy Harva
Seorang nelayan di Lampuuk, Banda Aceh, memanggul ikan tuna./Reuters-Tarmizy Harva
Bisnis.com, JAKARTA -- Greenpeace Asia Tenggara mengumumkan dua perusahaan pengalengan tuna Indonesia berperingkat buruk karena sumber bahan baku yang tidak sesuai prinsip keberlanjutan. 
 
Dalam laporan yang dirilis hari ini, Kamis (17/11/2016), Greenpeace menyampaikan hasil surveinya terhadap 15 perusahaan pengalengan tuna di Nusantara. Tak ada satu pun yang meraih predikat hijau (good). Sebanyak enam perusahaan berpredikat kuning (fair), dua berpredikat merah (failed), dan tujuh berpredikat ungu (did not participate).  
 
Penilaian menggunakan tujuh kriteria, yakni ketertelusuran, keberlanjutan, legalitas, tanggung jawab sosial, kebijakan asal bahan baku, transparansi dan informasi konsumen, serta inovasi untuk perubahan. 
 
Seluruh perusahaan yang mengikuti survei tak memenuhi kriteria inovasi untuk perubahan. Bahan baku sebagian besar perusahaan tak sepenuhnya memenuhi prinsip ketertelusuran, keberlanjutan, legalitas, tanggung jawab sosial, dan kebijakan asal bahan baku. 
 
Greenpeace mempersoalkan sebagian perusahaan yang menggunakan kapal dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine) karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip keberlanjutan. 
 
"Ini berarti tidak mempertimbangkan dampak lingkungan karena kapal jaring beroperasi dengan menggunakan rumpon yang dapat menangkap bayi-bayi tuna yellow fin maupun big eye, bahkan menangkap hiu," ujar Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Sumardi Ariansyah dalam laporan itu. 
 
Greenpeace mendesak perusahaan pengalengan tuna dan rantai pemasoknya menggunakan metode yang lebih bertanggung jawab, seperti huhate (pole and line), pancing (handline), atau purse seine tanpa menggunakan rumpon. 
 
LSM itu juga meminta perusahaan pengalengan tuna membangun sistem ketertelusuran yang dapat diakses publik selambat-lambatnya 2020 guna memberikan informasi lebih baik kepada konsumen. 
 
"Sistem ketertelusuran itu mencakup informasi asal-usul tuna, di mana dan kapan menangkap, kapal penangkap yang digunakan, serta kapan dan di mana tangkapan tuna didaratkan dan diproses," papar Sumardi.
 
Meskipun demikian, Greenpeace mengakui adanya peningkatan kinerja keberlanjutan yang signifikan dari sebagian besar perusahaan sekalipun masih jauh dari apa yang harus dilakukan untuk melindungi lautan dan pekerja. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper