Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Keluhkan Minimnya Sosialisasi Soal SNI Wajib Pakaian Bayi

Kalangan pengusaha pakaian bayi mendesak pemerintah memberikan sosialisasi dan pendampingan guna mendukung produk tersebut mendapatkan SNI Wajib Produk Pakaian Bayi.
Pengusaha keluhkan minimnya sosialisasi soal SNI pakaian bayi. /dailymail.co.uk
Pengusaha keluhkan minimnya sosialisasi soal SNI pakaian bayi. /dailymail.co.uk

Bisnis.com, JAKARTA— Kalangan pendusaha pakaian bayi mendesak pemerintah memberikan sosialisasi dan pendampingan guna mendukung produk tersebut mendapatkan SNI Wajib Produk Pakaian Bayi.

Stefanus Ridwan, salah satu pemasok pakaian bayi untuk pasar modern di Jakarta, merasa lega pemerintah memberikan dispensasi waktu bagi industri untuk mendapatkan sertifikasi SNI hingga Mei 2015 sebelum dilakukan penindakan. Menurutnya pemerintah mengerti kesulitan dunia usaha untuk mendapatkan sertifikasi ini.

“Kami bingung karena walaupun sudah membeli bahan baku [kain dan cap sablon] yang punya standar tetap saja banyak dari kami tidak lolos. Bahkan, kami berulang kali melakukan tes internal, setelah diajukan hasilnya tidak sama,” tuturnya kepada Bisnis.com, Kamis (20/11/2014).

Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.7/M-Ind/PER/2/2014 tentang Pemberlakuan SNI Wajib Produk Pakaian Bayi yang diwajibkan bagi produk lokal dan impor, termasuk produk industri kecil menengah (IKM).

Semula ketentuan sertifikasi standar nasioonal Indonesia (SNI) untuk pakaian bayi ditetapkan pada 17 Mei 2014, tetapi ditunda menjadi 17 Agustus 2014, lalu diperpanjang menjadi 17 November 2014, sebelum akhirnya ditetapkan enam bulan setelahnya, yakni Mei 2015.

Untuk mendapatkan bahan baku yang punya standardisasi tinggi, pihaknya harus mengeluarkan modal tiga kali lipat untuk membeli cat sablon, sedangkan untuk kain memerlukan biaya yang lebih mahal.

Stefanus menuturkan, dalam pengujian internal pencampuran warna kualitas warna sudah laik, akan tetapi saat diajukan ada lembaga sertifikasi professional (LSPro) produk pakaian bayi banyak yang belum mencapai standar.

“Dari pengetesan internal saja sudah habis sekitar Rp35 juta, itu saja saat diajukan ke LSPro hasilnya nihil. Tidak hanya itu, kami bingung kenapa hasil yang keluar dari lab penguji satu dan lainnya berbeda, ada yang lulus ada yang tidak,” ujarnya.

Pihaknya juga meminta pemerintah menggalakkan sosialisasi dan pembinaan pada dunia usaha yang notabene berasal dari kalangan industri kecil dan menengah (IKM).

Di kawasan Jabodetabek, ada 20 pemasok ke pasar modern dengan jumlah 500 – 1000 lusin per produsen per bulannya. Pengenaan SNI wajib hanya akan berguna untuk produk pakaian bayi kategori umur 0 – 36 tahun dengan pengujian berkala setiap enam bulan. Pihaknya memproyeksi dengan tingginya harga bahan baku, dan uji berkala untuk SNI wajib ini harga produk di pasaran meningkat pada kisaran 30% - 50%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper