Bisnis.com, JAKARTA—Target pemerintah untuk merealisasikan percepatan kepemilikan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap minimal 100 industri kecil per bulan jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 diproyeksi akan sulit tercapai.
Pasalnya, karakteristik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia dinilai terlalu beragam dan sporadis, sehingga akan sangat sulit untuk distandardisasi. Di samping itu, proses pengurusan sertifikat SNI tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
Oleh sebab itu, Peneliti Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Ina Primiana berpendapat target tersebut sangat sulit untuk tercapai sebelum MEA tiba.
“Menurut saya tidak mungkin, karena tahapan [untuk memperoleh standardisasi] kan tidak langsung SNI, tapi ada prosesnya. Lagipula, UMKM di Indonesia mayoritas produknya belum terstandar atau tingkat variasinya sangat tinggi,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (21/5/2014).
UMKM di Tanah Air kerap dianggap belum cukup mumpuni untuk memenuhi kriteria SNI, apalagi jika harus diwajibkan. Padahal, usaha kecil mendominasi sebagian besar industri yang ada di Indonesia.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengungkapkan jumlah UMKM yang tersebar di seluruh Nusantara adalah sekitar 55,2 juta unit atau mencakup 90% dari total bisnis yang dijalankan di negara ini. Adapun, kontribusinya terhadap PDB mencapai 57%.
Menkop dan UKM Syarief Hasan mengatakan pemerintah menargetkan setidaknya ada 100 UMKM yang difasilitasi untuk mengantongi sertifikat SNI setiap bulannya. Sayangnya, kementerian pimpinannya tidak memberikan insentif dana untuk mencapai target tersebut.
Syarief beralasan Kemenkop dan UKM hanya fokus terhadap pendampingan UMKM jelang pasar bebas Asean. “Sedangkan yang lainnya adalah fokus kegiatan kementerian lain,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saidah mengungkapkan pihaknya telah menganggarkan Rp2,5 miliar untuk biaya sertifikasi SNI, khususnya untuk 100 UMKM mainan anak sampai dengan Oktober 2014.
“Senin lalu (19/5), kerja sama dengan Sucofindo sudah terjaring kurang lebih untuk 40 IKM, yang mana 20 di antaranya dibiayai Ditjen IKM, dan 20 lainnya oleh Sucofindo. Pada 2 Juni nanti, akan [dikeluarkan dana] untuk sosialisasi serupa di Surabaya,” katanya.
Dia menambahkan Deputi Kemenkop dan UKM telah mengajak pihak Kemenperin untuk bekerja sama, yang mencakup biaya sosialisasi dan pendapingan dari pihak Kemenkop dan UKM, serta biaya sertifikasi dari Kemenperin. “Rencananya sedang disusun.”