Bisnis.com, BANDUNG - Pelaku usaha dan industri di Jawa Barat mengritik sejumlah pasal di RUU Perdagangan dan sosialisasinya yang sangat minim.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Ari Hendarmin mengatakan pihaknya mengritisi beberapa pasal dalam RUU Perdagangan, di antaranya pasal 52 huruf 1 Bab X.
Dalam pasal tersebut, pemerintah akan melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain untuk meningkatkan akses pasar, melindungi dan mengamankan kepentingan nasional.
Menurut Ari, hubungan perdagangan internasional memang tak bisa dihindari, tetapi pemerintah harus terlebih dahulu mendorong pengusaha dalam negeri agar mampu bersaing secara internasional.
Untuk mencapai itu, pemerintah diminta tidak membuat kebijakan yang justru bisa merugikan pengusaha.
“Seperti kenaikan tarif dasar listrik, elpiji, upah buruh, suku bunga, semua kebijakan itu malah menambah beban pengusaha sehingga melemahkan daya saing dengan pengusaha global,” katanya, Rabu (5/2/2014).
Selain pasal 52, Apindo juga mempertanyakan pasal 24 mengenai standarisasi produk. Dalam pasal itu, setiap produk diwajibkan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Ari menilai itikad pemerintah dalam hal ini sebenarnya untuk menguatkan daya saing produk lokal. Namun, itikad ini juga harus disertai dengan pemberian bantuan kepada pengusaha agar memenuhi SNI.
“Khususnya bantuan bagi pengusaha kecil karena proses untuk mendapatkan SNI membutuhkan biaya besar,” katanya.
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Jabar Kordrat Wibowo mengatakan RUU perdagangan merupakan patokan atau dasar hukum bagi pelaksanaan perdagangan di dalam negeri.
"Adanya RUU ini harus disambut baik karena menyangkut keberlangsungan perdagangan. Memang masalahnya hal ini belum disosialisasikan karena masih berupa RUU sehingga wajar pelaku bisnis masih mempertanyakan isinya," kata Kodrat.
Yang jelas idealnya, RUU ini mengatur segala hal yang terkait perdagangan termasuk perdagangan di pasar modern dan tradisional, telemarketing dan mekanismenya.
Selain itu, lahirnya RUU ini harus mampu mendorong 'pemberantasan' terhadap eksploitasi penjual terhadap konsumen yang seringkali mengambil untung dalam jumlah yang tak terbatas. (Ranni Fadhila/Wisnu Wage)