Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DEFISIT FISKAL: Tertekan Koreksi Pertumbuhan Ekonomi

BISNIS.COM, JAKARTA--Selain risiko membengkaknya subsidi BBM, deviasi sejumlah asumsi APBN 2013 turut menekan defisit fiskal tahun ini yang ditetapkan sebesar 1,65% PDB. Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan seiring koreksi pertumbuhan ekonomi

BISNIS.COM, JAKARTA--Selain risiko membengkaknya subsidi BBM, deviasi sejumlah asumsi APBN 2013 turut menekan defisit fiskal tahun ini yang ditetapkan sebesar 1,65% PDB.

Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan seiring koreksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,5% menjadi 3,3% pada 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diproyeksi berada pada kisaran 6,5-6,8%.

"Pertumbuhan ekonomi target 6,8%, realisasinya mungkin ada di 6,5%. Ini tentu berdampak terhadap fiskal," tuturnya dalam diskusi Kadin Indonesia bertajuk Memanfaatkan Momentum Positif Terhadap Perekonomian Indonesia, Rabu (17/04).

Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2013, setiap 1% deviasi pertumbuhan ekonomi Indonesia, defisit APBN akan melebar sebesar Rp3,69 triliun-5,75 triliun. Maka, apabila terjadi deviasi 0,3%, defisit APBN 2013 akan bertambah sebesar Rp1,1 triliun-1,7 triliun.

Selain itu, tekanan yang memperlebar defisit APBN 2013 berasal dari deviasi asumsi harga minyak mentah (Indonesia crude price/ICP). Dalam APBN 2013, pemerintah mematok asumsi ICP pada level US$100/barel. Adapun realisasinya dalam Januari-Maret 2013 mencapai rata-rata US$111,1/barel atau terdeviasi 11% dari asumsi pemerintah.

Kondisi tersebut berimplikasi terhadap belanja subsidi BBM dan penerimaan negara di sektor minyak. Akibat melonjaknya ICP, defisit APBN juga berisiko melebar Rp3,3 triliun-6,8 triliun setiap lonjakan ICP sebesar US$10/barel.

Depresiasi kurs dari asumsi Rp9.300/US$ menjadi sekitar US$9.700/US$, lanjut Agus, ikut menekan defisit APBN. Dengan kondisi deviasi sebesar Rp400, defisit APBN 2013 berisiko melebar sebesar Rp4,2 triliun-5,28 triliun.

Deviasi tersebut, imbuhnya, membuat tekanan terhadap fiskal. Ditambah lagi, volume BBM bersubsidi yang berisiko membbengkak dari kuota 46 juta kiloliter, menjadi 49 juta-53 juta kiloliter.

"Kalau ini dibiarkan, subsidi membengkak besar, tekanannya kepada defisit lebih besar, penerimaan negara tidak bisa naik, defisit melebar, kita terpaksa berutang lebih besar. Ini bisa jadi risiko," ujarnya.

Dalam APBN 2013, pemerintah menetapkan defisit sebesar 1,65% terhadap PDB dengan nominal defisit sebesar Rp153,3 triliun.  (if)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ismail Fahmi
Editor : Ismail Fahmi
Sumber : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper