BISNIS.COM,JAKARTA--Pemerintah belum perlu terburu-buru melakukan koreksi terhadap asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2013, kendati Amerika Serikat mengalami pengetatan fiskal dan China telah menurunkan proyeksi laju ekonominya.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menuturkan diskusi fiskal di AS masih akan berkembang. Hal itu untuk meredam dampak negatif pemangkasan belanja pemerintah terhadap perekonomian AS, pemerintah dan parlemen masih mempertimbangkan opsi penaikan pajak.
"Harapan AS adalah kedalaman dari tingkat pemotongan itu nantinya tidak akan terlalu tinggi, karena ada juga semacam kompensasi di aspek perpajakan. Jadi dampak net dari pemotongan itu akan berkurang sedikit kalau bisa dinaikkan pajak dari beberapa sumber," tuturnya di Kemenko Perekonomian, Rabu (6/3).
Mahendra mengatakan terlalu dini bagi Indonesia untuk merespon dinamika jurang fiskal di AS dengan mengubah target-target APBN 2013. "Tidak usah terlalu terburu-buru untuk terus melakukan adjustment, toh di AS juga masih bergerak," ujarnya.
Perekonomian AS pada 2012 lalu, tumbuh sebesar 2,6% year-on-year. Berdasarkan realisasi tersebut, bank sentral AS The Federal Reserve memangkas proyeksi pertumbuhan AS pada 2013 dari 2,5-3,0% menjadi kisaran 2,3-3,0%.
Pada perkembangan lain, pemerintah China mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara Tirai Bambu tersebut sebesar 7,5% pada 2013. Padahal, pada 2012 lalu ekonomi China mampu melaju sebesar 7,8%.
Sikap pemerintah China tersebut, imbuh Mahendra, mencerminkan bahwa kondisi perekonomian dunia pada tahun ini belum akan berubah banyak dibandingkan pada 2012.
"Itu pun kita harus lihat lagi. Secara keseluruhan permintaan global nampaknya juga belum akan berubah banyak. Jadi kita harus melihatnya dalam perspektif itu, lebih hati-hatilah tidak terlalu berharap akan ada pembalikan cepat dalam pertumbuhan ekonomi negara-negara utama tadi," kata Mahendra.
Kendati demikian, Mahendra memproyeksikan Indonesia berpotensi mengalami pembalikan ekspor sebagaimana yang dialami beberapa negara lain di kawasan, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Pembalikan tersebut, lanjutnya, dapat terjadi apabila pemerintah terus mengupayakan peningkatan nilai tambah produk-produk ekspor dan memperluas pasar.
"Mari kita lihat juga peluang untuk sumber pertumbuhan yang lain, yaitu ekspor, karena beberapa negara tetangga kita sudah mulai pulih ekspornya padahal seperti kita juga mengalami kondisi global yang belum membaik penuh," ungkapnya.
Pada Januari 2013, ekspor Indonesia tercatat turun 1,24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, ekspor Thailand pada Januari 2013 tumbuh sebesar 16% (yoy), sedangkan Malaysia menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 4% pada 2013.
Mahendra menegaskan pemerintah memandang saat ini belum ada kebutuhan yang mendesak untuk mempercepat pengajuan perubahan APBN 2013. (bas)