Bisnis.com, JAKARTA — Dunia usaha menilai upaya pemerintah untuk mempercepat penyelesaian perundingan perdagangan merupakan langkah yang tepat dalam mengantisipasi pengenaan tarif Trump terhadap Indonesia.
Asal tahu saja, pemerintah tengah mempercepat empat perjanjian dagang pada 2025 untuk memperluas pasar ekspor.
Perinciannya, Indonesia—Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement (IP—CEPA), Indonesia—European Union CEPA (IEU—CEPA), Indonesia—Kanada CEPA, dan Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia—Uni Ekonomi Eurasia (I—EAEU FTA).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, pihaknya sangat mendukung dan menyambut upaya pemerintah untuk mempercepat penyelesaian perundingan perdagangan dengan berbagai negara.
Menurut Shinta, perjanjian perdagangan dengan berbagai negara mitra ekonomi strategis dibutuhkan untuk memposisikan Indonesia sebagai rekan dagang yang terbuka.
“Dengan menciptakan perjanjian dagang, secara tidak langsung Indonesia menciptakan kepercayaan rekan dagang untuk melakukan aktivitas perdagangan atau investasi dengan Indonesia di tengah kondisi global saat ini,” kata Shinta kepada Bisnis, Jumat (8/8/2025).
Baca Juga
Pada saat yang sama, Shinta menuturkan, Indonesia juga menciptakan akses pasar perdagangan atau investasi yang lebih menguntungkan di pasar negara.
“Oleh karena itu, percepatan penyelesaian perdagangan merupakan langkah strategis untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya dalam konteks ekonomi global saat ini,” ungkapnya.
Bahkan, Shinta juga menyebut, upaya percepatan penyelesaian perjanjian perdagangan bisa menjadi strategi dalam menghadapi tarif Trump. Namun, secara realistis, perjanjian ini juga akan sangat tergantung pada implementasinya, baik melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA) maupun perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA).
Sebab, pertama, Shinta menilai perlu dipahami bahwa FTA/CEPA yang sudah ditandatangani tidak serta-merta bisa dipergunakan untuk ekspor atau investasi pada hari yang sama atau keesokan harinya.
“Semua FTA/CEPA di dunia memerlukan proses ratifikasi atau persetujuan parlemen masing-masing untuk bisa diberlakukan,” terangnya.
Alhasil, sambung dia, sederet perjanjian dagang yang sudah ditandatangani perlu dipercepat juga proses ratifikasinya agar FTA/CEPA yang sudah diselesaikan bisa secara maksimal dipergunakan oleh pelaku usaha dan calon investor untuk meningkatkan ekspor, investasi, hingga menciptakan usaha patungan (joint venture/JV).
Kedua, Shinta menilai peralihan perdagangan dari AS ke negara lain belum tentu mudah, cepat, atau layak untuk dilakukan dengan mitra FTA/CEPA. Sebab, permintaan setiap pasar ekspor berbeda-beda dan standar pasarnya pun berbeda.
“Belum tentu produk yang laku diekspor ke AS laku diekspor atau memenuhi standar ekspor Kanada, EU, atau Peru,” ujarnya.
Untuk itu, Shinta menyebut, peralihan ekspor dari AS ke negara-negara FTA tentu bisa dilakukan, meski kemungkinan akan membutuhkan waktu untuk menyesuaikan standar pasar atau untuk mencapai volume perdagangan yang sama dengan ekspor ke pasar baru.
Menurutnya, Indonesia berpotensi meningkatkan kinerja ekspor nasional secara agregat. Dengan catatan, jika di dalam negeri, pemerintah bisa menstimulasi ekspor dengan berbagai kebijakan yang lebih menguntungkan untuk ekspor.
Adapun, sederet stimulus yang dimaksud di antaranya seperti peningkatan akses pembiayaan ekspor, suku bunga pinjaman ekspor yang lebih kompetitif atau efisien, hingga peningkatan fasilitasi ekspor ke negara-negara rekan FTA/CEPA atau negara-negara tujuan ekspor nontradisional.
Meski begitu, Shinta menilai bahwa secara keseluruhan, Indonesia tetap diuntungkan oleh percepatan penyelesaian perjanjian dagang ini.
RI Percepat Perjanjian Dagang
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, perjanjian Indonesia—Peru CEPA akan ditandatangani pada 11 Agustus 2025. Pada periode itu pula, Presiden Peru Dina Boluarte akan menyambangi Indonesia.
“Dengan Peru [melalui IP—CEPA] tanggal 11 [Agustus 2025] akan kita tandatangani. Jadi kita cepat ini. Jadi teman-teman sebenarnya masih di Peru. Sudah selesai [perjanjian IP—CEPA], karena Presiden Peru [Dina Boluarte] juga mau ke sini, tanggal 11 [Agustus 2025], jadi kebetulan perjanjiannya sudah selesai,” ungkap Budi di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Selain dengan Peru, pemerintah juga menargetkan perjanjian dagang IEU—CEPA yang bakal rampung pada 2025.
Budi memperkirakan kinerja ekspor Indonesia akan melambung dengan adanya perjanjian IEU—CEPA. Terlebih, sebelum perjanjian IEU—CEPA ini berlaku, surplus perdagangan dari Uni Eropa mencapai US$3,79 miliar pada semester I/2025. Hal ini mengingat, Uni Eropa merupakan pasar yang besar, mengingat jumlah penduduknya yang mencapai lebih dari 400 juta jiwa.
“UE itu kawasan kedua surplus kita terbesar semester I [2025]. Itu saja belum-belum pelaksanaan perjanjian perdagangan, ya. Artinya kalau belum ada CEPA saja sudah surplus, mudah-mudahan nanti setelah ada CEPA menjadi semakin besar,” ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga tengah mempercepat perjanjian Indonesia—Kanada CEPA, yang rencananya bakal ditandatangani pada akhir 2025. Begitu pula dengan perjanjian I—EAEU yang ditargetkan bakal rampung pada tahun ini.
“Jadi tahun ini banyak perjanjian dagang yang bisa kita selesaikan. Kita akan tandatangani, dengan harapan, pasar kita, ekspor kita semakin besar. Semakin meningkat ke negara-negara di dunia,” jelasnya.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya pernah menyatakan Indonesia dan Peru sepakat untuk memperluas kerja sama di bidang kebudayaan dan ekonomi. Hal itu disampaikan Kepala Negara dalam kunjungan resminya ke Peru pada Kamis (14/11/2024).
Saat itu, Presiden Prabowo menyatakan Indonesia dan Peru berkomitmen untuk menyelesaikan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dalam enam bulan ke depan. Dia pun optimistis perjanjian tersebut dapat ditandatangani pada kunjungan Presiden Boluarte ke Indonesia bersama delegasinya.
Di samping itu, Presiden Prabowo juga menyampaikan Indonesia akan membuka akses pasar bagi produk-produk asal Peru.
“Kami berharap dapat membangun hubungan bilateral yang kuat serta dalam konteks hubungan multilateral. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN akan terus mendukung partisipasi Peru dalam Asean,” ujar Presiden Prabowo, seperti dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Jumat (8/8/2025).