Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) membidik perdagangan Indonesia dengan Peru bisa mencapai US$960 juta atau Rp15,65 triliun (asumsi kurs Rp16.309 per dolar AS) pada tahun pertama Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Peru (Indonesia-Peru CEPA/IP-CEPA) berjalan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa total perdagangan Indonesia dengan Peru mencapai US$480 juta pada 2024. Jika diperinci, total perdagangan Indonesia dengan Peru terdiri dari nilai ekspor yang mencapai US$331,2 juta dan nilai impor sebesar US$149,6 juta pada 2024.
Adapun, Kemendag membidik perdagangan Indonesia-Peru bisa naik dua kali lipat dari total perdagangan pada 2024, usai IP-CEPA berjalan.
“Kan sekarang total trade-nya US$480 juta [perdagangan Indonesia dengan Peru pada 2024]. Ya, nanti setelah implementasi CEPA berjalan ya minimal 2 kali lipat total trade-nya. Setelah implementasi, tahun pertama minimal dua kali lipat total trade-nya,” kata Budi saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Budi mengungkap neraca perdagangan Indonesia juga mencatatkan surplus US$181 juta. Menurutnya, dengan adanya IP-CEPA, maka akan semakin memudahkan kerja sama antara kedua negara. Bahkan, Budi menyebut tekstil dan alas kaki dalam negeri memiliki peluang besar untuk diekspor ke Peru.
“Akses pakaian jadi tekstil kita ke Peru termasuk alas kaki itu besar. Kita dapat banyak kemudahan akses pasar untuk itu. Ini salah satu untuk mendorong akses pasar kita di luar negeri,” ujarnya.
Baca Juga
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan ekspor alas kaki hingga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Peru sebagian besar akan dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% alias bebas tarif.
Dia menjelaskan, setidaknya ada 10 komoditas ekspor utama Indonesia yang telah mendapatkan penghapusan, penurunan, dan pengurangan tarif ke Peru usai adanya IP-CEPA.
Secara terperinci, mobil penumpang dan kendaraan bermotor lainnya untuk mengangkut orang (selain pos 87.02) termasuk station wagon dan mobil balap (HS 8703).
Berikutnya, alas kaki (HS 6404, HS 6403, HS 6402), CPO dan fraksinya, baik dimurnikan atau tidak, tetapi tidak dimodifikasi secara kimia (HS 1511).
Berikutnya, lemari pendingin, pembeku, dan peralatan pendingin atau pembeku lainnya, listrik atau bukan listrik, pompa panas selain mesin AC pos 84.15 (HS 8414), kertas dan karton, serta kelompoknya (HS 4802).
Lalu, margarin (HS 1517). Cengkeh, baik dalam bunga utuh, buah utuh, bunga cengkeh, maupun tangkainya (HS 0907). Serta, mesin cetak dan kelompoknya (HS 8443).
“Ini semua sudah mendapatkan referensi akses pasar yang sangat amat bagus. Jadi hampir semuanya sudah 0%. Nanti akan diberikan komitmen bea masuk 0%,” jelas Djatmiko dalam Media Briefing IP-CEPA di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Adapun, pengenaan bea masuk 0% dari adanya IP-CEPA ini akan mulai berlaku tergantung dari jadwal kesepakatan. “Ada yang di hari pertama, ada yang nanti di tahun ke-2, dan tahun ke-3. Tapi hampir semuanya mendapat 0%,” terangnya.
Mengacu data Kemendag, terdapat lima komoditas utama ekspor Indonesia ke Peru pada 2024. Mereka di antaranya, mobil dan kendaraan bermotor lainnya senilai US$120,8 juta, alas kaki/sol karet bagian atas tekstil US$21,8 juta.
Lalu, ada minyak sawit dan pecahannya senilai US$21,4 juta, lemari es dan pompa panas non-AC senilai US$16,5 juta, serta alas kaki bagian atas kulit senilai US$14,9 juta.
Sementara itu, Kemendag mencatat sebanyak lima komoditas impor Peru yang masuk ke pasar Tanah Air pada 2024. Berdasarkan catatan Kemendag, biji kakao menjadi komoditas dengan nilai impor tertinggi pada 2024, yakni mencapai US$87,6 juta.
Djatmiko menjelaskan bahwa biji kakao menjadi komoditas impor tertinggi lantaran untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri guna diolah menjadi pasta atau produk lainnya.
“Karena memang industri pengolahan kakao di Indonesia sudah sedemikian berkembang. Kebutuhan pasokan dalam negeri sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan industri sehingga kita perlu mengimpor biji kakao [dari Peru],” tuturnya.
Komoditas lainnya adalah impor batu bara/bahan bakar padat sejenis US$15,6 juta, pupuk mineral, fosfat US$14,1 juta, anggur segar atau kering US$11,5 juta, dan seng yang tidak ditempa senilai US$5 juta pada 2024.